Ya Allah , Aku adalah hamba yang hina di hadapan Mu, jauhkan lah aku dari rasa “ria”, aku hanya ingin berbagi pengalaman dengan sesama hambamu yang ber iman, uuntuk selalu mengingat keagungan Mu ya Allah , mengingat kekuasaan Mu , satu-satunya tempat untuk berserah diri
Subkhanallah, wal khamdulillah walaa ilaa ha illallah ... Pada putaran kelima towaf ku yang pertama kali, perasaanku masih biasa-biasa saja, tiada yang istimewa terhadap pemandangan didepanku, Ka'bah, ... sebuah bangunan dari susunan batu hitam berbentuk kubus yang tidak menyiratkan nilai keindahan arsitektur sama sekali. Sampai detik terakhir menjelang keberangkatanku menunaikan Ibadah haji ke Tanah Suci 14 Oktober 2010 , Ka'bah hanya bayangan saja, tapi kini benda itu cuma beberapa meter didepan mata kepalaku, bahkan seandainya mau, aku bisa menyentuhnya. Tak terasa arah pandangan mataku tertumbuk pada serombongan jamaah lain mungkin mereka berasal dari segala penjuru dunia, Turki, India, Pakistan , Mesir dan negara lain yang aku tidak tahu asal negaranya dan juga kawan setanah airku, apa yang menarik perhatianku ?
Subkhanallah, mereka melakukan aktifitas ibadah di sekeliling Kabah dengan tetesan air mata, ada yang bergerak mengelilingi Ka'bah sambil menangis, bersimpuh di salah satu sudut Ka'bah dengan air mata yang membasahi pipi. Sambil terus mengayun langkah mengelilingi Ka'bah, aku merenung dan berpikir apa gerangan yang membuat mereka “menangis” ? Terbersit dalam hatiku , mereka menangis pasti bukan kesakitan karena terhimpit atau terinjak oleh jamaah lain, meskipun pelataran sekitar Ka'bah sangat padat oleh lautan manusia, mereka menangis karena ada “sesuatu” yang menggetarkan jiwa sehingga merangsang saraf “haru” dan memerintahkan jasmani mereka menitikkan air mata. Maha Suci Engkau Ya Allah, aku iri kepada mereka, …. aku juga hamba Mu seperti mereka, aku datang ke Rumah Tuamu (Bait Al Tiq) dengan segenap jiwa dan ragaku hanya untuk beribadah dan memenuhi undangan Mu dengan ikhlas ya Allah, tetapi aku belum bisa seperti mereka.
Apa ada yang salah dengan diriku ? Ya Allah, ampunilah hambamu ini, bukalah pintu hatiku untuk menerima “getaran” Mu agar aku tersambung dengan frekwensi illahi Mu.
Apakah aku orang yang banyak dosa? mungkin sekali, tapi kali ini ampunilah aku ya Allah, runtuhkan ego manusiaku, selama ini sepenuhnya aku sadar bahwa engkaulah Tuhan manusia satu-satunya, tempat selama ini aku mengabdikan hidupku, tempat selama ini aku mengadu dan memohon pertolonganmu dalam setiap sholat dan doa-doaku, tapi kenapa sesampainya aku di rumah Mu, getaran frekwensi hatiku masih lemah sehingga belum mampu membangkitkan refleksi jiwa ketuhanan ku ? Apakah menangis bukan suatu tanda ? Aku yakin bahwa kekhusyukan dan keikhlasan ibadah adalah dari lubuk hati yang paling dalam, bukan dari keluarnya air mata, akan tetapi apakah ada tanda-tanda fisik tertentu yang mencerminkan itu, hatinuraniku berkata salah satu tanda adalah “menangis”. Ya Allah ampunilah aku, ku tengok wajah istriku disamping, maha suci Engkau ya Allah, istriku ternyata bisa menangis, aku juga iri kepada mu sayangku !.
Kilas balik kepada kehidupanku, aku memang termasuk orang yang sangat rasional, latar belakang keluarga yang mendidikku dengan displin melarang untuk menjadi pemuda yang cengeng, pekerjaan dan pendidikanku sebagai seorang “engineer” membiasakan aku untuk berpikir dan mengukur segala sesuatu secara “tangible” kuantitatif, realistis mengikuti azas ketaatan pada hukum ilmiah dan hukum aturan yang berlaku, aku terlatih untuk memanipulasi perasaanku, meskipun begitu aku sadar, aku juga manusia biasa yang akan luluh perasaanku, apabila “frekwensi” emosiku sama dan tersambung dengan “frekwensi” sesuatu yang menyentuh hatiku. Ya Allah, ya Tuhan sebetulnya aku tetap manusia biasa yang lemah ! Hanya aku belum cukup mempunyai tingkat kecerdasan ruhaniah yang baik, yang mampu mengolah rasa untuk mengalahkan olah pikir manusia.
Sebelum keberangkatanku ke Tanah Haram, aku sangat berharap bahwa pandangan pertama seumur hidupku terhadap sosok Ka'bah yang selama ini hanya ada di anganku akan mampu menggetarkan hatiku, akan tetapi ternyata tidak ! Aku terus mencari dan mencari , berpikir dan merenung dalam towaf pertamaku ini, ya Allah bukalah pintu hatiku, tunjukkan kekuasaan Mu di tanah Haram kepadaku, hambamu yang bebal ini . Aku mulai menyadari bahwa Ka'bah hanyalah bangunan karya seorang anak manusia sebagai simbol fisik yang mengatur alur komunikasi manusia dengan Tuhannya, bukan fisik bangunannya yang kita tuju, akan tetapi makna religius di balik bangunan itu, hubungan transendental antara manusia dengan Tuhannya melalui berbagai ritual ibadah yang diperintahkan Nya. Keuntungan beribadah didepan Ka'bah adalah membantu kita untuk meningkatkan kekhusyukan melalui realita visualisasi fisik dengan melihat Ka'bah secara langsung, sehingga diharapkan hubungan transendental manusia dengan Tuhannya menjadi lebih baik. Ada apakah dibalik semua itu ? Inilah yang aku renungkan, aku menginginkan sesuatu yang luar biasa tidak hanya sekedar wujud lahiriah saja, sehingga pesan orang-orang ditanah air sebelum aku berangkat terbukti, “Tanah Haram, tempat dimana do'a- do'a kita dikabulkan Allah, Tanah Haram tempat dimana sekali sholat kita dinilai 100.000 kali dibanding sholat di tempat lain, Tanah Haram tempat dimana semua amal perbuatan kita akan dibayar kontan dengan ditunjukkannya kejadian-kejadian yang ada disekitar kita” begitu kata mereka. Apa sebenarnya makna kedatanganku di Tanah Haram ini ?Aku sudah sangat “dekat” dengan rumah Mu, tentu saja aku juga sudah sangat dekat dengan Mu ya Allah, tetapi kenapa pintu rumah Mu belum Engkau buka untuk mempersilahkan hatiku memasuki nya? Astaghfirullahal adziim, aku beristighfar berkali-kali, aku membutuhkan pencerahan, aku memerlukan “kejutan” yang mempu meluluhkan ego manusiaku., aku sangat mendambakan “getaran” transendental itu ya Allah.
Meskipun aku belum mampu menemukan “sesuatu” yang aku cari, alhamdulillah aku tetap diberi nikmat iman oleh Nya, terbukti dengan semangatku untuk komitmen dan konsisten melakukan ritual ibadah di Tanah Haram. Dalam pencarianku, selama menunaikan ibadah haji, hampir setiap hari aku berusaha datang ke masjid Al Haram melalui pintu nomer 94 favoritku , pintu yang sederet dengan pintu I King Abdul Aziz, beri'tikaf didalam masjid sambil melakukan perenungan yang dalam, selalu mencermati apa-apa yang ada disekelilingku, belajar menyeimbangkan antara hati dan logika ku, rasa ingin tahuku membuatku untuk terus menerus merenung dan “membaca” bukti-bukti fisik kekuasaan Allah yang ada di Tanah Haram, tanah tempat terjadinya sejarah panjang peradaban religius manusia, sungguh Allah telah memberkahiku, merahmatiku karena memberikan aku kesempatan dan kesadaran untuk melakukan perenungan ini.
Mulai dari masjidil haram dengan Ka'bahnya, sumur zamzam yang tidak pernah berhenti mengalir sejak ribuan tahun lalu meski di konsumsi begitu banyak orang, pohon kurma yang tumbuh subur hanya dengan sedikit air tetapi mempunyai buah yang manis , sampai kepada Negara Arab Saudi yang gersang, kering kerontang tetapi secara ekonomi "kaya" luar biasa.
Apakah ini Takdir Allah atau Sunnatullah ? wallahu'alam, hanya Allah yang maha Tahu, karena sepenuhnya itu adalah rahasia Allah. Seandainya kondisi ekonomi Arab Saudi tidak seperti sekarang , apakah mampu melayani tamu-tamu Allah dengan baik ? Hajatan tahunan negara Arab untuk menyambut tamu-tamu Allah, lebih hebat dibanding penyelenggaraan piala Dunia yang empat tahun sekali.
Suatu saat disiang hari usai sholat dluhur menjelang sholat ashar, aku disapa seseorang sesama tamu Allah lain bangsa di lantai dua Masjidil Haram. , seorang berwajah pakistani menyalami ku sambil bertanya " Indonesia ?", "yes " jawabku sambil aku balik bertanya " Are you speaking English?" dan dia menjawab dengan mantap " Yes, I am from Pakistan" . Selama di tanah Suci, sejak di Madinah hingga di Mekkah, aku sudah sering bertemu dengan orang orang dari wilayah Asia Barat seperti India, Pakistan, Bangladesh, tetapi saya belum pernah bertemu orang seperti ini, ramah sangat terpelajar dan santun, serta fasih berbahasa Inggris.
Sejak pertama kali tiba di Madinah (kloter saya termasuk gelombang I Jamaah haji Indonesia) aku mempunyai banyak pengalaman berbagi kehidupan dengan orang-orang dari India, Pakistan, Bangladesh, misalnya ketika aku harus berebut "hak" untuk naik lift hotel, berebut "shaff" sholat di Raudloh masjid Nabawi,
berebut hak naik bis "taradudi" dari terminal Kuday ke Masjidil Haram di Mekkah, kenapa kata “berebut” selalu aku sebut ? Inilah kesan ekstrim yang membedakan kawan baruku dari Pakistan dalam pertemuanku siang itu .
Kawan pakistani ini berkata bahwa ada 3 (tiga) hal yang harus dicermati dan diperhatikan ketika orang-orang datang ke Tanah Haram
Pertama
Orang yang datang ke Tanah Haram harus dipandang sebagai umat Muhammad, jangan dilihat asal negara, warna kulit, atau cara bersikap dan dandanan mereka. Mereka semua adalah sama-sama umat Muhammad, mereka datang dengan niat yang sama, perbedaan perbedaan yang terjadi dikarenakan budaya asal ikut terbawa menyertai mereka. Berbeda dalam bersikap dan bertingkah laku, harus kita pahami sebagai bentuk cerminan budaya yang unik disetiap negara, termasuk faham (mazhab) yang dianut oleh setiap negara akan membedakan warganegaranya dalam mengekpresikan ibadah mereka, bagaimana cara mereka sholat, cara mereka towaf sai dan sebagainya. Meskipun kadang-kadang tidak selaras dengan cara kita, tetapi kita harus bisa melihat perbedaan ini dengan ber"empati" dan sabar. Aku teringat bagaimana aku harus selalu “berebut” segala sesuatu dengan orang India, Pakistan dan Bangladesh. Malu rasanya kalau teringat pada saat pertamaku ketika bermasalah dengan Pakistani atau Indian, rasa kesal dan jengkelku aku lampiaskan dengan kata-kata kepada mereka.
Kedua
Orang-orang datang ke Tanah Haram mempunyai tujuan untuk melakukan pencucian jiwa , guna menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan dengan meminta ampun kepada Allah, bertaubat.
Ketiga
Ketika kita kembali ke tanah air, kita harus “berubah” , karena kita akan memulai babak baru dalam kehidupan, seolah-olah kita “terlahir” kembali sebagai manusia baru. Perubahan ini diartikan sebagai perubahan untuk menjadi lebih baik dalam beribadah dan bersikap
Mmmmh.... sebenarnya isi pembicaraan ini sudah pernah aku baca dari berbagai referensi, hanya mungkin aku kurang menghayati maknanya
Beberapa hari kemudian, menjelang sholat maghrib di lantai 1 ruang berpenyejuk udara dekat pintu 94 masjidil Haram, setelah aku beristirahat selesai merampungkan beberapa juz Al-Qur'an, aku ditawari kurma oleh seorang jamaah yang berwajah Melayu, aku ambil beberapa butir dan kuucapkan terima kasih, karena aku yakin pasti orang ini teman setanah airku. Dia bertanya menebak “ Dari Indonesia ?” , “Ya “ jawabku,setengah keheranan , karena sesama Indonesia biasanya menanyakan asal kota, lalu sambung dia “ Saya dari Selangor, Malaysia” oh.. baru aku tahu bahwa kawan baruku ini berasal dari Malaysia, pantas wajahnya mirip dengan kawan-kawan setanah airku.
Kami terlibat dalam pembicaraan ringan, campuran antara bahasa Melayu dengan bahasa Inggris, tidak tahu darimana asalnya tiba-tiba dia menjelaskan beberapa hal yang harus di perhatikan ketika orang pergi beribadah Haji ke Mekkah, dan..... isinya persis seperti apa yang telah disampaikan oleh teman pakistani yang bertemu dengan ku beberapa waktu sebelumnya.
Subhanallah......aku tersadar, 2 (dua) orang berbeda dalam waktu yang berbeda menjelaskan pokok bahasan yang sama, mungkin ini pesan dari Allah kepadaku melalui cara dengan bertemu dua orang ini. Berkali - kali aku mengucapkan Subhanallah, maha Suci Engkau ya Allah, mungkin selama ini aku menganggap sepele pengetahuan itu, tetapi kali ini aku di minta Allah untuk benar-benar memperhatikan makna dari pesan tersebut, hal inilah yang mengingatkan aku kembali ketika kali pertama aku towaf, aku melihat orang-orang yang sedang menangis disekitar Ka'bah, aku yakin mereka benar-benar memahami dan menghayati makna perjalanan menunaikan ibadah haji ke Tanah Haram ini . Aku semakin berhati-hati menjaga hatiku, ya Allah kuatkan lah aku, berilah aku petunjuk Mu sebanyak-banyaknya. Dalam sholat dan towafku di masjidil Haram , aku tingkatkan do'a-do'aku , baik secara kualitas maupun kuantitas, aku cari tempat-tempat sekitar Ka'bah yang mustajab untuk memanjatkan do'a, Multazam, Hijr Ismail, Maqom Ibrahim , aku berusaha untuk khusyuk bermunajat kepada Allah.
Puncaknya, suatu saat ketika aku sedang bersama isteriku di salah satu sudut Masjidil Haram, HP ku berbunyi tanda pesan singkat (SMS) masuk, ketika aku lihat pengirimnya, ternyata dari anakku, aku baca isi SMS tersebut , alangkah kagetnya aku, karena isi dari pesan singkat tersebut adalah sesuai dengan permintaanku kepada Allah dalam do'a-do'a yang ku panjatkan selama di Masjidil Haram, Allahu Akbar.... subkhanallah aku peluk isteriku , kutunjukkan isi pesan singkat tersebut pada isteriku , kami menitikkan air mata bersama, ya Allah sekali lagi Kau tunjukkan kekuasaan Mu di Tanah Haram ini.
Sungguh luar biasa Tanah Haram, bulat sudah keyakinanku, bahwa Tanah Haram adalah tempat suci ummat Islam yang dijaga oleh Allah, disinilah Allah menunjukkan kekuasaanNya kepada umat manusia, disinilah Allah mengundang seluruhnya hamba Nya untuk datang melihat dan merasakan keagungan Nya. Bukan hanya kharisma sejarah masa lalu, akan tetapi sekarang pun kita masih bisa menyaksikan kekuasaan Allah
Subkhanallah, Allahu Akbar tak henti-hentinya aku berdzikir mengagungkan Allah, terasa demikian kecilnya aku, disinilah tempat kita "belajar" dan "membaca" semua kejadian ciptaan Allah, dan melakukan perenungan. Aku hanyalah hambamu yang hina, ku abdikan seluruh ibadahku hanya untuk memohon Ridlo Mu ya Allah, hanya kepada Mu aku berserah diri. Kekagumanku tidak pernah berhenti sampai menjelang aku kembali ketanah air, Allah telah membuktikan kekuasaannya di tanah ini. Aku rindu untuk kembali lagi kesini (akhir desember 2010)
Pelataran Ka'bah
Subkhanallah, mereka melakukan aktifitas ibadah di sekeliling Kabah dengan tetesan air mata, ada yang bergerak mengelilingi Ka'bah sambil menangis, bersimpuh di salah satu sudut Ka'bah dengan air mata yang membasahi pipi. Sambil terus mengayun langkah mengelilingi Ka'bah, aku merenung dan berpikir apa gerangan yang membuat mereka “menangis” ? Terbersit dalam hatiku , mereka menangis pasti bukan kesakitan karena terhimpit atau terinjak oleh jamaah lain, meskipun pelataran sekitar Ka'bah sangat padat oleh lautan manusia, mereka menangis karena ada “sesuatu” yang menggetarkan jiwa sehingga merangsang saraf “haru” dan memerintahkan jasmani mereka menitikkan air mata. Maha Suci Engkau Ya Allah, aku iri kepada mereka, …. aku juga hamba Mu seperti mereka, aku datang ke Rumah Tuamu (Bait Al Tiq) dengan segenap jiwa dan ragaku hanya untuk beribadah dan memenuhi undangan Mu dengan ikhlas ya Allah, tetapi aku belum bisa seperti mereka.
Bersama Sebagian Teman Serombongan di Bukit Uhud, Madinah
Apa ada yang salah dengan diriku ? Ya Allah, ampunilah hambamu ini, bukalah pintu hatiku untuk menerima “getaran” Mu agar aku tersambung dengan frekwensi illahi Mu.
Apakah aku orang yang banyak dosa? mungkin sekali, tapi kali ini ampunilah aku ya Allah, runtuhkan ego manusiaku, selama ini sepenuhnya aku sadar bahwa engkaulah Tuhan manusia satu-satunya, tempat selama ini aku mengabdikan hidupku, tempat selama ini aku mengadu dan memohon pertolonganmu dalam setiap sholat dan doa-doaku, tapi kenapa sesampainya aku di rumah Mu, getaran frekwensi hatiku masih lemah sehingga belum mampu membangkitkan refleksi jiwa ketuhanan ku ? Apakah menangis bukan suatu tanda ? Aku yakin bahwa kekhusyukan dan keikhlasan ibadah adalah dari lubuk hati yang paling dalam, bukan dari keluarnya air mata, akan tetapi apakah ada tanda-tanda fisik tertentu yang mencerminkan itu, hatinuraniku berkata salah satu tanda adalah “menangis”. Ya Allah ampunilah aku, ku tengok wajah istriku disamping, maha suci Engkau ya Allah, istriku ternyata bisa menangis, aku juga iri kepada mu sayangku !.
Persiapan Towaf Umrah, Berbaris di Depan Pintu I King A Aziz
Kilas balik kepada kehidupanku, aku memang termasuk orang yang sangat rasional, latar belakang keluarga yang mendidikku dengan displin melarang untuk menjadi pemuda yang cengeng, pekerjaan dan pendidikanku sebagai seorang “engineer” membiasakan aku untuk berpikir dan mengukur segala sesuatu secara “tangible” kuantitatif, realistis mengikuti azas ketaatan pada hukum ilmiah dan hukum aturan yang berlaku, aku terlatih untuk memanipulasi perasaanku, meskipun begitu aku sadar, aku juga manusia biasa yang akan luluh perasaanku, apabila “frekwensi” emosiku sama dan tersambung dengan “frekwensi” sesuatu yang menyentuh hatiku. Ya Allah, ya Tuhan sebetulnya aku tetap manusia biasa yang lemah ! Hanya aku belum cukup mempunyai tingkat kecerdasan ruhaniah yang baik, yang mampu mengolah rasa untuk mengalahkan olah pikir manusia.
Sebelum keberangkatanku ke Tanah Haram, aku sangat berharap bahwa pandangan pertama seumur hidupku terhadap sosok Ka'bah yang selama ini hanya ada di anganku akan mampu menggetarkan hatiku, akan tetapi ternyata tidak ! Aku terus mencari dan mencari , berpikir dan merenung dalam towaf pertamaku ini, ya Allah bukalah pintu hatiku, tunjukkan kekuasaan Mu di tanah Haram kepadaku, hambamu yang bebal ini . Aku mulai menyadari bahwa Ka'bah hanyalah bangunan karya seorang anak manusia sebagai simbol fisik yang mengatur alur komunikasi manusia dengan Tuhannya, bukan fisik bangunannya yang kita tuju, akan tetapi makna religius di balik bangunan itu, hubungan transendental antara manusia dengan Tuhannya melalui berbagai ritual ibadah yang diperintahkan Nya. Keuntungan beribadah didepan Ka'bah adalah membantu kita untuk meningkatkan kekhusyukan melalui realita visualisasi fisik dengan melihat Ka'bah secara langsung, sehingga diharapkan hubungan transendental manusia dengan Tuhannya menjadi lebih baik. Ada apakah dibalik semua itu ? Inilah yang aku renungkan, aku menginginkan sesuatu yang luar biasa tidak hanya sekedar wujud lahiriah saja, sehingga pesan orang-orang ditanah air sebelum aku berangkat terbukti, “Tanah Haram, tempat dimana do'a- do'a kita dikabulkan Allah, Tanah Haram tempat dimana sekali sholat kita dinilai 100.000 kali dibanding sholat di tempat lain, Tanah Haram tempat dimana semua amal perbuatan kita akan dibayar kontan dengan ditunjukkannya kejadian-kejadian yang ada disekitar kita” begitu kata mereka. Apa sebenarnya makna kedatanganku di Tanah Haram ini ?Aku sudah sangat “dekat” dengan rumah Mu, tentu saja aku juga sudah sangat dekat dengan Mu ya Allah, tetapi kenapa pintu rumah Mu belum Engkau buka untuk mempersilahkan hatiku memasuki nya? Astaghfirullahal adziim, aku beristighfar berkali-kali, aku membutuhkan pencerahan, aku memerlukan “kejutan” yang mempu meluluhkan ego manusiaku., aku sangat mendambakan “getaran” transendental itu ya Allah.
Meskipun aku belum mampu menemukan “sesuatu” yang aku cari, alhamdulillah aku tetap diberi nikmat iman oleh Nya, terbukti dengan semangatku untuk komitmen dan konsisten melakukan ritual ibadah di Tanah Haram. Dalam pencarianku, selama menunaikan ibadah haji, hampir setiap hari aku berusaha datang ke masjid Al Haram melalui pintu nomer 94 favoritku , pintu yang sederet dengan pintu I King Abdul Aziz, beri'tikaf didalam masjid sambil melakukan perenungan yang dalam, selalu mencermati apa-apa yang ada disekelilingku, belajar menyeimbangkan antara hati dan logika ku, rasa ingin tahuku membuatku untuk terus menerus merenung dan “membaca” bukti-bukti fisik kekuasaan Allah yang ada di Tanah Haram, tanah tempat terjadinya sejarah panjang peradaban religius manusia, sungguh Allah telah memberkahiku, merahmatiku karena memberikan aku kesempatan dan kesadaran untuk melakukan perenungan ini.
Peta Pintu 94 Masjid Al Haram, Pintu Favourite ku
Mulai dari masjidil haram dengan Ka'bahnya, sumur zamzam yang tidak pernah berhenti mengalir sejak ribuan tahun lalu meski di konsumsi begitu banyak orang, pohon kurma yang tumbuh subur hanya dengan sedikit air tetapi mempunyai buah yang manis , sampai kepada Negara Arab Saudi yang gersang, kering kerontang tetapi secara ekonomi "kaya" luar biasa.
Gersangnya Tanah Arab
Kebun Kurma di Madinah
Apakah ini Takdir Allah atau Sunnatullah ? wallahu'alam, hanya Allah yang maha Tahu, karena sepenuhnya itu adalah rahasia Allah. Seandainya kondisi ekonomi Arab Saudi tidak seperti sekarang , apakah mampu melayani tamu-tamu Allah dengan baik ? Hajatan tahunan negara Arab untuk menyambut tamu-tamu Allah, lebih hebat dibanding penyelenggaraan piala Dunia yang empat tahun sekali.
Fasilitas Kendaraan Satgas di Padang Arafah
Lautan Tenda di Mina, Fasilitas Untuk Mabit Jamaah
Suatu saat disiang hari usai sholat dluhur menjelang sholat ashar, aku disapa seseorang sesama tamu Allah lain bangsa di lantai dua Masjidil Haram. , seorang berwajah pakistani menyalami ku sambil bertanya " Indonesia ?", "yes " jawabku sambil aku balik bertanya " Are you speaking English?" dan dia menjawab dengan mantap " Yes, I am from Pakistan" . Selama di tanah Suci, sejak di Madinah hingga di Mekkah, aku sudah sering bertemu dengan orang orang dari wilayah Asia Barat seperti India, Pakistan, Bangladesh, tetapi saya belum pernah bertemu orang seperti ini, ramah sangat terpelajar dan santun, serta fasih berbahasa Inggris.
Bagian Masjid Nabawi Lama, Makam Nabi
Sejak pertama kali tiba di Madinah (kloter saya termasuk gelombang I Jamaah haji Indonesia) aku mempunyai banyak pengalaman berbagi kehidupan dengan orang-orang dari India, Pakistan, Bangladesh, misalnya ketika aku harus berebut "hak" untuk naik lift hotel, berebut "shaff" sholat di Raudloh masjid Nabawi,
Raoudloh
Hotel ku di Madinah, 500 M dari Masjid Nabawi
berebut hak naik bis "taradudi" dari terminal Kuday ke Masjidil Haram di Mekkah, kenapa kata “berebut” selalu aku sebut ? Inilah kesan ekstrim yang membedakan kawan baruku dari Pakistan dalam pertemuanku siang itu .
Kawan pakistani ini berkata bahwa ada 3 (tiga) hal yang harus dicermati dan diperhatikan ketika orang-orang datang ke Tanah Haram
Pertama
Orang yang datang ke Tanah Haram harus dipandang sebagai umat Muhammad, jangan dilihat asal negara, warna kulit, atau cara bersikap dan dandanan mereka. Mereka semua adalah sama-sama umat Muhammad, mereka datang dengan niat yang sama, perbedaan perbedaan yang terjadi dikarenakan budaya asal ikut terbawa menyertai mereka. Berbeda dalam bersikap dan bertingkah laku, harus kita pahami sebagai bentuk cerminan budaya yang unik disetiap negara, termasuk faham (mazhab) yang dianut oleh setiap negara akan membedakan warganegaranya dalam mengekpresikan ibadah mereka, bagaimana cara mereka sholat, cara mereka towaf sai dan sebagainya. Meskipun kadang-kadang tidak selaras dengan cara kita, tetapi kita harus bisa melihat perbedaan ini dengan ber"empati" dan sabar. Aku teringat bagaimana aku harus selalu “berebut” segala sesuatu dengan orang India, Pakistan dan Bangladesh. Malu rasanya kalau teringat pada saat pertamaku ketika bermasalah dengan Pakistani atau Indian, rasa kesal dan jengkelku aku lampiaskan dengan kata-kata kepada mereka.
Kedua
Orang-orang datang ke Tanah Haram mempunyai tujuan untuk melakukan pencucian jiwa , guna menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan dengan meminta ampun kepada Allah, bertaubat.
Ketiga
Ketika kita kembali ke tanah air, kita harus “berubah” , karena kita akan memulai babak baru dalam kehidupan, seolah-olah kita “terlahir” kembali sebagai manusia baru. Perubahan ini diartikan sebagai perubahan untuk menjadi lebih baik dalam beribadah dan bersikap
Mmmmh.... sebenarnya isi pembicaraan ini sudah pernah aku baca dari berbagai referensi, hanya mungkin aku kurang menghayati maknanya
Beberapa hari kemudian, menjelang sholat maghrib di lantai 1 ruang berpenyejuk udara dekat pintu 94 masjidil Haram, setelah aku beristirahat selesai merampungkan beberapa juz Al-Qur'an, aku ditawari kurma oleh seorang jamaah yang berwajah Melayu, aku ambil beberapa butir dan kuucapkan terima kasih, karena aku yakin pasti orang ini teman setanah airku. Dia bertanya menebak “ Dari Indonesia ?” , “Ya “ jawabku,setengah keheranan , karena sesama Indonesia biasanya menanyakan asal kota, lalu sambung dia “ Saya dari Selangor, Malaysia” oh.. baru aku tahu bahwa kawan baruku ini berasal dari Malaysia, pantas wajahnya mirip dengan kawan-kawan setanah airku.
Kami terlibat dalam pembicaraan ringan, campuran antara bahasa Melayu dengan bahasa Inggris, tidak tahu darimana asalnya tiba-tiba dia menjelaskan beberapa hal yang harus di perhatikan ketika orang pergi beribadah Haji ke Mekkah, dan..... isinya persis seperti apa yang telah disampaikan oleh teman pakistani yang bertemu dengan ku beberapa waktu sebelumnya.
Subhanallah......aku tersadar, 2 (dua) orang berbeda dalam waktu yang berbeda menjelaskan pokok bahasan yang sama, mungkin ini pesan dari Allah kepadaku melalui cara dengan bertemu dua orang ini. Berkali - kali aku mengucapkan Subhanallah, maha Suci Engkau ya Allah, mungkin selama ini aku menganggap sepele pengetahuan itu, tetapi kali ini aku di minta Allah untuk benar-benar memperhatikan makna dari pesan tersebut, hal inilah yang mengingatkan aku kembali ketika kali pertama aku towaf, aku melihat orang-orang yang sedang menangis disekitar Ka'bah, aku yakin mereka benar-benar memahami dan menghayati makna perjalanan menunaikan ibadah haji ke Tanah Haram ini . Aku semakin berhati-hati menjaga hatiku, ya Allah kuatkan lah aku, berilah aku petunjuk Mu sebanyak-banyaknya. Dalam sholat dan towafku di masjidil Haram , aku tingkatkan do'a-do'aku , baik secara kualitas maupun kuantitas, aku cari tempat-tempat sekitar Ka'bah yang mustajab untuk memanjatkan do'a, Multazam, Hijr Ismail, Maqom Ibrahim , aku berusaha untuk khusyuk bermunajat kepada Allah.
Puncaknya, suatu saat ketika aku sedang bersama isteriku di salah satu sudut Masjidil Haram, HP ku berbunyi tanda pesan singkat (SMS) masuk, ketika aku lihat pengirimnya, ternyata dari anakku, aku baca isi SMS tersebut , alangkah kagetnya aku, karena isi dari pesan singkat tersebut adalah sesuai dengan permintaanku kepada Allah dalam do'a-do'a yang ku panjatkan selama di Masjidil Haram, Allahu Akbar.... subkhanallah aku peluk isteriku , kutunjukkan isi pesan singkat tersebut pada isteriku , kami menitikkan air mata bersama, ya Allah sekali lagi Kau tunjukkan kekuasaan Mu di Tanah Haram ini.
Sungguh luar biasa Tanah Haram, bulat sudah keyakinanku, bahwa Tanah Haram adalah tempat suci ummat Islam yang dijaga oleh Allah, disinilah Allah menunjukkan kekuasaanNya kepada umat manusia, disinilah Allah mengundang seluruhnya hamba Nya untuk datang melihat dan merasakan keagungan Nya. Bukan hanya kharisma sejarah masa lalu, akan tetapi sekarang pun kita masih bisa menyaksikan kekuasaan Allah
Hewan Padang Pasir, dengan Daya Tahan Luar Biasa
Subkhanallah, Allahu Akbar tak henti-hentinya aku berdzikir mengagungkan Allah, terasa demikian kecilnya aku, disinilah tempat kita "belajar" dan "membaca" semua kejadian ciptaan Allah, dan melakukan perenungan. Aku hanyalah hambamu yang hina, ku abdikan seluruh ibadahku hanya untuk memohon Ridlo Mu ya Allah, hanya kepada Mu aku berserah diri. Kekagumanku tidak pernah berhenti sampai menjelang aku kembali ketanah air, Allah telah membuktikan kekuasaannya di tanah ini. Aku rindu untuk kembali lagi kesini (akhir desember 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar