Menguji dengkul berlima dengan trayek Jonggol - Cariu - Gunung Batu, alih-alih ingin menyamai pembalap Tonton, eh .... bukan Tonton tapi malah Tuntun , dari jam 8.00 pagi hingga jam 20.00 WIB lepas isya, dari Matahari masih hangat sampai puanaaaaaas hingga gelap, masih "nggowes" mencari penginapan (sesuai tujuan semula) , tapi akhirnya menyerah, memelas mohon di jemput dengan pick up bak terbuka dari Cileungsi (base camp) peduli amat dengan gelar "Duplikat Tonton ", yang penting cepet sampai rumah dan menyelamatkan dengkul, gambar - gambar ini akan lebih rinci bercerita kepada anda, khususnya penggemar naik sepeda
Perjalanan dimulai dari Cileungsi menyusuri jalan tanah menuju arah jalan raya Taman Buah Mekarsari, dan selanjutnya mengikuti jalan raya hingga berakhir di Pasar Jonggol. Berbekal "Peta Buta" yang benar-benar "buta" karena peta diperoleh dari internet dengan skala 1:sekian ribu kali, dengan sedikit modal "nekat" maklum komandan yang didaulat saat itu adalah alumnus Geologi yang kenyang dengan petualangan di gunung, rombongan semakin mantap menguntit di belakang beliau karena yakin dengan reputasinya (meskipun yang dikuntit juga nggak yakin ...he...........he)
Rute PerJalaan Setelah Jonggol
Tim Penjelajah, Fuad, Wangga, Hendro , Oton dan Teguh
Sang Komandan Memeriksa Peta Buta
Belok dari arah Pertigaan Pasar Jonggol, kemudi sepeda diarahkan menuju jalan aspal kualitas nomer 2, sedikit agak kasar dan sempit, kearah posisi koordinat Cianjur. Dari semula, rombongan sudah mempersiapkan diri untuk menjadi "backpakers" bersepeda dengan tujuan akhir Cianjur. Suasana pedesaan, yang menggeliat untuk bermetamorfosa menjadi desa kota, perpaduan antara rerimbunan pepohonan, sawah dan selingan bangunan modern menjadi pemandangan dikanan kiri jalan. Seperti diketahui wilayah Jonggol, Cianjur dan sekitarnya merupakan daerah "hinterland" atau penyangga bagi ibukota Jakarta. Panaaaaas, menyengat ubun-ubun, karena wilayah pegunungan yang tadinya hijau dipangkas menjadi lahan pertanian dan pemukiman, Jonggol akan bernasib seperti Bodetabek bila tidak serius ditata wilayahnya. "Goweser" bercampur dengan sepeda motor dan angkutan kota. Para pengendara "tuan rumah" ini mempunyai penguasaan teknis bagus, akan tetapi secara etika mereka kurang peduli dengan pengendara lain, layaknya orang yang baru mendapat "kesenangan" dengan mainan mereka, inilah problem sosial budaya bagi daerah yang bertranformasi dari desa ke kota, kadangkala kesiapan infrastruktur tidak diimbangi dengan kesiapan mental,sosial dan budaya SDM nya. Warung-warung banyak tersedia dikiri kanan jalan, dengan profil jalan menanjak yang sangat panjang meskipun kemiringan sudut nya kecil, ternyata cukup menguras tenaga "goweser" sehingga warung-warung ini menjadi DT3 (daerah tempat tujuan transit), apalagi ditambah debu jalanan dan udara panas yang membuat suasana istirahat semakin nyamaaaaaan.
Perjalanan mulai memasuki wilayah "ujung" pedesaan dengan profil perbukitan yang "meranggas" mulai terlihat pemandangan pegunungan yang membelah daerah Puncak dengan Jonggol, para "goweser" masih berbekal peta buta dengan target yang masih "samar" (tambah asyik, karena bila bertemu persimpangan jalan semakin bingung harus memilih jalan mana ? untung kita masih "loyal" dan yakin dengan reputasi sang komandan ). Ketika jalan semakin menyempit , entah berapa kali kita belok masuk ke jalan pedesaan , fungsi peta sudah berganti dengan "mulut" dan "tukang ojek" bertanya sana sini.Lama-kelamaan pertanyaan berubah bukan lagi arah mana jalan yang akan kita tuju tetapi mana warung terdekat untuk istirahat he...he..eh...eh...uuuhh uuh ngos-ngooooosan. Ketemu warung langsung pesan "teh tawar panaas" hanya Wangga yang berani pesan Es teh (ABG siiih,..... onderdil masih OK semua), maklum badan "setengah tua" seperti ini tidak boleh terkena perubahan suhu ekstrim kalau tidak mau sakit.
Kolaborasi Jajanan nDeso Kue Supermarket
Perjalanan mulai memasuki wilayah "ujung" pedesaan dengan profil perbukitan yang "meranggas" mulai terlihat pemandangan pegunungan yang membelah daerah Puncak dengan Jonggol, para "goweser" masih berbekal peta buta dengan target yang masih "samar" (tambah asyik, karena bila bertemu persimpangan jalan semakin bingung harus memilih jalan mana ? untung kita masih "loyal" dan yakin dengan reputasi sang komandan ). Ketika jalan semakin menyempit , entah berapa kali kita belok masuk ke jalan pedesaan , fungsi peta sudah berganti dengan "mulut" dan "tukang ojek" bertanya sana sini.Lama-kelamaan pertanyaan berubah bukan lagi arah mana jalan yang akan kita tuju tetapi mana warung terdekat untuk istirahat he...he..eh...eh...uuuhh uuh ngos-ngooooosan. Ketemu warung langsung pesan "teh tawar panaas" hanya Wangga yang berani pesan Es teh (ABG siiih,..... onderdil masih OK semua), maklum badan "setengah tua" seperti ini tidak boleh terkena perubahan suhu ekstrim kalau tidak mau sakit.
Pasir Tanjung ? Antara Jonggol - Cipanas
Cuaca panas antara perbukitan yang membelah Jonggol - Cipanas, sekitar wilayah segitiga Kecamatan Sukadamai - Sukaharja - Selawangi , Tim Goweser terjebak dalam "arah" perjalanan yang mulai membabi "buta" jam 13.00 siang bukan hanya ubun-ubun yang benar -benar di uji oleh cuaca, tetapi "tengkuk" juga sudah mulai di " sengat" matahari, beruntung "goweser" yang membawa "bandana" atau"handuk", karena bisa diselipkan disela-sela "helm" untuk dibuat semacam topi serdadu Jepang jaman dulu guna mengurangi rasa panas. Sungguh ironis, daerah perbukitan yang seharusnya "hijau royo-royo" tandus oleh karena banyaknya penebangan lahan yang diperuntukkan untuk calon bangunan "villa", maupun untuk ladang dan kebun
Antara kepanasan, kehausan, kelaparan (maklum jam makan siang ) dan "penasaran" karena tak kunjung menemukan kepastian arah yang harus dituju tim tetap "tabah" menerjang badai "panas" dibawah komando Pak Hendro, sang nakhoda (tim tetap setia dan loyal lho, belum ada niat "kudeta" he......he). Warung? jangan ditanya, sepanjang jalan ini kita tidak menemukan warung, perkampungan penduduk masih belum kelihatan yang ada hanya lahan tanah kosong calon bangunan "villa", atau ladang-ladang kering tak terurus. Ujung jalan ini adalah pertigaan jalan, sepotong jalan berbatu yang menuju entah kemana , dan yang sepotong jalan dengan aspal kasar yang menuju area "kebun cengkeh" terbengkalai (mungkin milik Tommy Suharto !, karena BPPC bubar) yang ditandai dengan adanya Portal dan Pos Jaga yang tidak terurus. Dengan yakin "goweser" memilih jalan yang lebih "beradab" masuk melalui portal untuk mendekati sasaran, ternyata jalan bukannya semakin bagus, tetapi malah semakin hancur, apa boleh buat tempat bertanya masih belum ditemukan, akhirnya ........tim terpuruk dalam tanjakan jalan terjal berbatu dan terpaksa bergaya ala pembalap Tonton alias Tuntun bike , berdasarkan Informasi salah satu peladang lokal jalan ini akan terus menanjak dan berbatu hingga Gunung Batu yaitu bukit pemisah antara Jonggol - Cipanas, tak ayal karena " siksaan" yang tak tertahankan, sementara jam menunjukkan pukul 13.30 apa boleh buat "nakhoda" meminta pertimbangan tim untuk reorientasi arah jalan (nah...nakhoda mulai "goyah" keyakinannya) sambil beristirahat ditengah ladang cengkeh yang sudah mulai habis pohon cengkehnya (karena di curi/ditebang penduduk lokal) berlindung dibawah sebatang pohon cengkeh yang paling rimbun daunnya, sambil "mengunyah" cengkeh muda untuk menahan rasa lapar dan panas (aroma "khas" dan rasa cengkeh muda yang "semriwing" mampu meredakan emosi dan pahit mulut) .
Luar biasa, meski panas bukan main tapi tiupan angin pegunungan membuat anggota tim terkantuk-kantuk, apabila tidak ingat perjalanan masih "belum jelas" nampaknya "goweser" lebih memilih tidur dari pada gowes, tim "terjebak' disini, apabila dibuat judul sinetron nampaknya yang paling tepat adalah " Terjebak Di Gunung Batu" . Sebagai bukti tanggung jawab "nakhoda" Mr Hendro, reorientasi arah jalan dilakukan dengan melakukan wawancara seorang peternak kerbau yang kebetulan sedang menggembala di sekitar tempat istirahat, nampaknya informasi ini "mengagetkan" karena kita sebetulnya tidak mungkin melewati dan menyeberangi Gunung Batu karena jalanan sangat terjal dan berbatu apalgi jarak sisa yang harus ditempuh menuju Cipanas adalah jarak seperti pulang balik ke Jonggol alamaaaaaak......Akhirnya diputuskan Tim Goweser memilih berbalik arah kembali menuju pertigaan jalan dan memilih alternatif jalan lain, menuruni jalan berbatu yang kata "penggembala kerbau" menuju arah Cipanas dengan kondisi jalan yang lebih "beradab" ,permukaan batu makadam berukuran "cukup besar" sempat menyiksa "goweser", lengan dan perut di guncang-guncang , dalam hati , kita berdoa "semoga " siksaan ini cepat selesai dan menemukan warung untuk beristirahat...... akhirnya sekitar pukul 14.00 kita bertemu warung satu2nya dijalan itu dan sudah terbayang sedapnya ikan bakar , lalap dan sambel ala Sunda, posisi warung menyajikan pemandangan perbukitan cukup indah, dengan bangunan bergaya pedesaan, tim langsug menyerbu "bale-bale" untuk merebahkan badan, padahal belum memesan makanan,,,,,,,apa lacur ternyata makanan terberat yang tersedia hanya SUPERMI, peduli amat karena saking laparnya Supermipun kita santap (jadi ingat makanan kesukaan anak-anak).
Jalan desa menurun dengan permukaan aspal yang halus membuat kita terlena, padahal masih banyak tikungan yang harus kita waspadai, ...akhirnya terjadilah musibah itu, dalam tikungan tajam yang menurun goweser terdepan ragu-ragu untuk masuk tikungan, dan berusaha me"rem" sepeda untuk mengurangi kecepatan, karena jarak yang terlalu dekat dan kaget melihat pengereman mendadak 2 orang goweser dibelakangnya ikut-ikutan mengerem dan "slip" saling bersenggolan terguling masuk parit pinggir jalan, beruntung tidak menjatuhi genteng rumah penduduk, karena posisi jalan berada di atas. Salah satu goweser senior lecet memar dan keseleo (maaf pak.... musibah ini). Dengan kondisi cedera, goweser senior kita kawal pelan-pelan untuk mencari pertolongan pertama "urut" tangan yang keseleo. Jam saat itu menunjukkan pukul 17.30 sore, menjelang maghrib. Perjalanan sore hingga malam terpaksa dilakukan tim mengingat kecamatan Cariu masih cukup jauh. Suasana pedesaan , gelap tanpa lampu penerangan jalan, banyaknya "serangga" malam yang beterbangan menabrak muka para goweser, mengingat kaca mata gelap sudah tidak mungkin dipakai lagi, (tim menjaga jangan sampai serangga kecil ini menabrak mata, karena akibatnya fatal) tim sama sekali tidak ada persiapan untuk gowes malam hari, hanya lampu indikator belakang sepeda yang bisa dilihat. Diputuskan malam itu kita akan mencari penginapan di Cariu, sejak dari tukang urut hingga Pasir Tanjung pertigaan jalan raya Jonggol- Cianjur kita gowes malam, sayang didaerah penggiran menjelang Cariu kita tidak menemukan penginapan , hotel yang layak hanya tersedia di Kecamatan Cariu, padahal jarak menuju kesana masih jauh sekitar 5 km lagi, kondisi tim yang mulai "goyah" dengan mental yang lagi "drop" serta badan letih, nampaknya tidak mungkin mencapai Cariu. Akhirnya sambil berpikir untuk beristirahat di rumah makan, diputuskan malam itu tim harus pulang dengan dijemput kendaraan sewaan pick up bak terbuka dari Cileungsi, untuk mengangkut orang sekaligus sepeda . Sekitar pukul 20.00 WIB tim menemukan warung Sunda, yang cukup layak, bagai singa kelaparan , maklum seharian belum bertemu nasi , malam itu kita menikmati "sajian" warung sunda dengan nikmat, sangaaat nikmat, teh tawar panas, es kelapa muda, pepes tahu sunda , karedok, belut goreng , pepes ikan mas (meskipun masakan ini hanya menu terakhir yang tersaji karena sudah malam dan warung mau tutup) . Selesai makan malam jemputan dari Cileungsi datang ,dan berakhirlah petualangan bersepeda Gunung Batu - Jonggol
Tutup Kepala Ala Serdadu Jepang, Puanaaaas Bukan Main
Antara kepanasan, kehausan, kelaparan (maklum jam makan siang ) dan "penasaran" karena tak kunjung menemukan kepastian arah yang harus dituju tim tetap "tabah" menerjang badai "panas" dibawah komando Pak Hendro, sang nakhoda (tim tetap setia dan loyal lho, belum ada niat "kudeta" he......he). Warung? jangan ditanya, sepanjang jalan ini kita tidak menemukan warung, perkampungan penduduk masih belum kelihatan yang ada hanya lahan tanah kosong calon bangunan "villa", atau ladang-ladang kering tak terurus. Ujung jalan ini adalah pertigaan jalan, sepotong jalan berbatu yang menuju entah kemana , dan yang sepotong jalan dengan aspal kasar yang menuju area "kebun cengkeh" terbengkalai (mungkin milik Tommy Suharto !, karena BPPC bubar) yang ditandai dengan adanya Portal dan Pos Jaga yang tidak terurus. Dengan yakin "goweser" memilih jalan yang lebih "beradab" masuk melalui portal untuk mendekati sasaran, ternyata jalan bukannya semakin bagus, tetapi malah semakin hancur, apa boleh buat tempat bertanya masih belum ditemukan, akhirnya ........tim terpuruk dalam tanjakan jalan terjal berbatu dan terpaksa bergaya ala pembalap Tonton alias Tuntun bike , berdasarkan Informasi salah satu peladang lokal jalan ini akan terus menanjak dan berbatu hingga Gunung Batu yaitu bukit pemisah antara Jonggol - Cipanas, tak ayal karena " siksaan" yang tak tertahankan, sementara jam menunjukkan pukul 13.30 apa boleh buat "nakhoda" meminta pertimbangan tim untuk reorientasi arah jalan (nah...nakhoda mulai "goyah" keyakinannya) sambil beristirahat ditengah ladang cengkeh yang sudah mulai habis pohon cengkehnya (karena di curi/ditebang penduduk lokal) berlindung dibawah sebatang pohon cengkeh yang paling rimbun daunnya, sambil "mengunyah" cengkeh muda untuk menahan rasa lapar dan panas (aroma "khas" dan rasa cengkeh muda yang "semriwing" mampu meredakan emosi dan pahit mulut) .
Buka Baju, Leyeh-Leyeh di Bawah Sebatang Pohon Cengkeh
Luar biasa, meski panas bukan main tapi tiupan angin pegunungan membuat anggota tim terkantuk-kantuk, apabila tidak ingat perjalanan masih "belum jelas" nampaknya "goweser" lebih memilih tidur dari pada gowes, tim "terjebak' disini, apabila dibuat judul sinetron nampaknya yang paling tepat adalah " Terjebak Di Gunung Batu" . Sebagai bukti tanggung jawab "nakhoda" Mr Hendro, reorientasi arah jalan dilakukan dengan melakukan wawancara seorang peternak kerbau yang kebetulan sedang menggembala di sekitar tempat istirahat, nampaknya informasi ini "mengagetkan" karena kita sebetulnya tidak mungkin melewati dan menyeberangi Gunung Batu karena jalanan sangat terjal dan berbatu apalgi jarak sisa yang harus ditempuh menuju Cipanas adalah jarak seperti pulang balik ke Jonggol alamaaaaaak......Akhirnya diputuskan Tim Goweser memilih berbalik arah kembali menuju pertigaan jalan dan memilih alternatif jalan lain, menuruni jalan berbatu yang kata "penggembala kerbau" menuju arah Cipanas dengan kondisi jalan yang lebih "beradab" ,permukaan batu makadam berukuran "cukup besar" sempat menyiksa "goweser", lengan dan perut di guncang-guncang , dalam hati , kita berdoa "semoga " siksaan ini cepat selesai dan menemukan warung untuk beristirahat...... akhirnya sekitar pukul 14.00 kita bertemu warung satu2nya dijalan itu dan sudah terbayang sedapnya ikan bakar , lalap dan sambel ala Sunda, posisi warung menyajikan pemandangan perbukitan cukup indah, dengan bangunan bergaya pedesaan, tim langsug menyerbu "bale-bale" untuk merebahkan badan, padahal belum memesan makanan,,,,,,,apa lacur ternyata makanan terberat yang tersedia hanya SUPERMI, peduli amat karena saking laparnya Supermipun kita santap (jadi ingat makanan kesukaan anak-anak).
Meski Cuma Supermi, Tapi Ueeeenak Tenan
Sambil mendinginkan badan dan "otak", tim sepakat untuk tidak melanjutkan ke Cipanas akan tetapi menuju wilayah "peradaban" kota terdekat yaitu Cariu, luar biasa , dibandingkan antara waktu dan jarak tempuh(dengan energi yang terkuras, emosi yang teraduk karena diuji oleh alam perbukitan tandus dan panas), kita hanya berputar-putar sekitar wilayah Jonggol - Cariu dengan jarak hanya sekitar 30 Km. Bila ditarik garis lurus melalui jalan "normal" jarak antara Jonggol - Cariu hanya sekitar 10 Km saja.
Indahnya Alam Perbukitan Cariu Sore Hari
Selepas warung Supermi dengan badan lumayan agak segar, tim segera melanjutkan perjalanan, karena alergi dengan jalan makadam berbatu yang mengocok perut gowes melalui jalan pintas berupa jalan tanah setapak (informasi siempunya warung) tetapi apa yang kita dapat? jalan setapak ini mendaki bukit terjal yang ditumbuhi ilalang serta pepohonan perdu, terpaksa gaya Toton diulang lagi, apalagi perut sedang terisi penuh, sekali lagi ujian panas dan tanjakan harus kita lewati. Selepas puncak bukit, jalan relatif menurun hingga menemukan jalan aspal kasar, lambat laun seiring dengan bertemunya perkampungan penduduk "dunia beradab" semakin jelas kelihatan dan jalan mulai halus, makin lama makin halus.. lus laiknya permukaan jalan tol . Setelah tersiksa dengan tanjakan, jalan berbatu, jalan tanah berdebu, disinilah tim mulai "euphoria" seakan-akan ingin melepas "kekesalan" berlima kita berpacu dalam kecepatan , tercatat kecepatan tertinggi di spedometer penulis adalah sekitar 60 Km / Jam luar biasa.
Indahnya Alam Perbukitan Cariu, Bersama Pak Oton sebelum Musibah
Jalan desa menurun dengan permukaan aspal yang halus membuat kita terlena, padahal masih banyak tikungan yang harus kita waspadai, ...akhirnya terjadilah musibah itu, dalam tikungan tajam yang menurun goweser terdepan ragu-ragu untuk masuk tikungan, dan berusaha me"rem" sepeda untuk mengurangi kecepatan, karena jarak yang terlalu dekat dan kaget melihat pengereman mendadak 2 orang goweser dibelakangnya ikut-ikutan mengerem dan "slip" saling bersenggolan terguling masuk parit pinggir jalan, beruntung tidak menjatuhi genteng rumah penduduk, karena posisi jalan berada di atas. Salah satu goweser senior lecet memar dan keseleo (maaf pak.... musibah ini). Dengan kondisi cedera, goweser senior kita kawal pelan-pelan untuk mencari pertolongan pertama "urut" tangan yang keseleo. Jam saat itu menunjukkan pukul 17.30 sore, menjelang maghrib. Perjalanan sore hingga malam terpaksa dilakukan tim mengingat kecamatan Cariu masih cukup jauh. Suasana pedesaan , gelap tanpa lampu penerangan jalan, banyaknya "serangga" malam yang beterbangan menabrak muka para goweser, mengingat kaca mata gelap sudah tidak mungkin dipakai lagi, (tim menjaga jangan sampai serangga kecil ini menabrak mata, karena akibatnya fatal) tim sama sekali tidak ada persiapan untuk gowes malam hari, hanya lampu indikator belakang sepeda yang bisa dilihat. Diputuskan malam itu kita akan mencari penginapan di Cariu, sejak dari tukang urut hingga Pasir Tanjung pertigaan jalan raya Jonggol- Cianjur kita gowes malam, sayang didaerah penggiran menjelang Cariu kita tidak menemukan penginapan , hotel yang layak hanya tersedia di Kecamatan Cariu, padahal jarak menuju kesana masih jauh sekitar 5 km lagi, kondisi tim yang mulai "goyah" dengan mental yang lagi "drop" serta badan letih, nampaknya tidak mungkin mencapai Cariu. Akhirnya sambil berpikir untuk beristirahat di rumah makan, diputuskan malam itu tim harus pulang dengan dijemput kendaraan sewaan pick up bak terbuka dari Cileungsi, untuk mengangkut orang sekaligus sepeda . Sekitar pukul 20.00 WIB tim menemukan warung Sunda, yang cukup layak, bagai singa kelaparan , maklum seharian belum bertemu nasi , malam itu kita menikmati "sajian" warung sunda dengan nikmat, sangaaat nikmat, teh tawar panas, es kelapa muda, pepes tahu sunda , karedok, belut goreng , pepes ikan mas (meskipun masakan ini hanya menu terakhir yang tersaji karena sudah malam dan warung mau tutup) . Selesai makan malam jemputan dari Cileungsi datang ,dan berakhirlah petualangan bersepeda Gunung Batu - Jonggol
Pak kapan pada kesini lagi skrg rame banyak yang naik ke puncak gunung batunya, saya asli org gunung batu tapi baru pindah dari bekasi
BalasHapusdoa kan kapan-kapan bisa mampir bernostalgia lagi "gowes" ke Gunung Batu
BalasHapus