Labbaika Allahumma Labbaik, Labbaika laa syarika laka labbaik
Walaupun di Mina para jamaah haji hanya di”minta” untuk bermalam 2-3 malam saja akan tapi Mina mampu menggoreskan kenangan perjalanan ibadah haji yang tidak terlupakan. Kenangan Mina dimulai selepas jamaah menyelesaikan Wukuf di Arafah, sore hari menjelang maghrib waktu Arafah , jamaah diminta menunggu panggilan untuk dijemput oleh bus “taraddudi”, sementara tenda-tenda wukuf sudah mulai dibongkar satu persatu oleh petugas. Suasana Arafah mulai sepi, seiring dengan berangkatnya para jamah haji secara bergelombang.
Walaupun di Mina para jamaah haji hanya di”minta” untuk bermalam 2-3 malam saja akan tapi Mina mampu menggoreskan kenangan perjalanan ibadah haji yang tidak terlupakan. Kenangan Mina dimulai selepas jamaah menyelesaikan Wukuf di Arafah, sore hari menjelang maghrib waktu Arafah , jamaah diminta menunggu panggilan untuk dijemput oleh bus “taraddudi”, sementara tenda-tenda wukuf sudah mulai dibongkar satu persatu oleh petugas. Suasana Arafah mulai sepi, seiring dengan berangkatnya para jamah haji secara bergelombang.
Proses penjemputan dengan bus, seperti biasa diwarnai dengan hiruk pikuk , sedikit serobot sana sini karena tidak tertibnya antrean, sedikit adu argumentasi antar para jamaah , akan tetapi suasana masih tetap terkendali mengingat bahwa status mereka saat itu adalah sedang menjalankan “ibadah” memenuhi panggilan Allah, walau fisik terasa letih dan lelah karena pasca prosesi ibadah wukuf . Benar sekali apa yang dikatakan oleh para pembimbing manasik di tanah air , bahwa diantara tahapan proses pelaksanaan ibadah haji, rangkaian ibadah Armina adalah tahapan yang paling berat , karena menguras tenaga fisik dan mengaduk aduk kestabilan emosi jamaah
Bayangkan, persoalan – persoalan sepele “non ibadah” seperti antrean ke kamar mandi, antrean mengambil jatah ransum konsumsi, penempatan kapling jamaah di dalam tenda, menunggu antar jemput bus “taraddudi” benar-benar menguji kesabaran kita.
Jarak Arafah – Mina tidaklah jauh, kurang lebih hanya 8 Km , perjalanan ditempuh paling lama hanya sekitar 15 menit , akan tetapi perjuangan untuk menuju kesana sungguh luar biasa, Allah senantiasa menguji umat Nya yang beriman.
Kekompakan setiap rombongan, kekompakan setiap regu harus tetap dijaga, peran seorang ketua regu maupun ketua rombongan untuk menjaga kekompakan tim cukup signifikan dalam prosesi ini, khususnya bagi regu-regu yang anggotanya banyak terdiri atas jamaah usia lanjut ataupun jamaah wanita, seorang ketua regu / ketua rombongan harus benar-benar mengerahkan tenaga untuk menjaga kelancaran pergerakan para jamaah kelompok ini, mulai dari membantu menjaga barang bawaan logistik, akomodasi, memantau kesehatan dan kekuatan, memantau keberadaan jamaah jangan sampai terpisah sendiri.
Perjalanan dari Arafah menuju Mina di selingi dengan “mabit” yaitu berhenti hingga lewat tengah malam di Muzdalifah, untuk mempersiapkan mengambil batu keriki guna prosesi melempar jumrah. Ujian lebih berat datang di Muzdalifah, ketika usai mabit, para jamaah sudah dipersiapkan untuk bergerak meneruskan perjalanan menuju Mina dengan bus “taraddudi” yang sudah ditentukan. Ketika itu pukul 01.00 malam waktu Muzfalifah, penulis yang tergabung dalam rombongan jamaah KBIH – Al Mujahidin, Pamulang, Tangerang Selatan salah satu kelompok bimbingan ibadah haji kloter 5 Prop Banten diminta untuk bersiap , bergerak menuju arah antrean yang cukup panjang. Mungkin karena keterbatasan jumlah bus atau kemacetan jalan , bus-bus penjemput datang dengan frekwensi yang sangat jarang, sehingga antrean jamaah semakin menumpuk (gejala “bottle neck”)
Dalam antrean ini, semua jemaah Indonesia yang berada dalam satu kapling di Muzdalifah boleh menaiki bus yang sama untuk menuju Mina , oleh karena itu peran antar ketua Kloter penting untuk melakukan koordinasi giliran penjemputan. Kembali terjadi sedikit adu kekuatan fisik, serobotan antrean antar sesama jamaah Indonesia, astagfirullah hal adzim................mohon maaf bila salah, dari statistik pengamatan penulis, jamaah Indonesia adalah jamaah yang belum biasa mengantre , mereka akan berusaha mementingkan diri sendiri atau kelompoknya tanpa peduli terhadap jamaah lain, meskipun itu teman sebangsa dan setanah air, dalam kelompok kecil mereka selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, perilaku ini hanya dapat disaingi oleh jamaah India / Pakistan. Berbeda dengan jamaah Turki yang selalu menjaga kekompakan dalam kelompok besar, sehingga mereka lebih tertib dan teratur, jarang sekali bercerai berai. Allah sekali lagi menguji kesabaran umat Nya yang beriman , akhirnya penulis bersama para jamaah IPHM satu rombongan “berhasil” dengan sukses memperoleh giliran naik bis pukul 04.00 waktu setempat, setelah kurang lebih 3 jam mengantre diudara dini hari Muzdalifah yang dingin menusuk tulang , karena harus tetap mengenakan baju ihrom.
Ada kabar gembira bagi para calon jamaah IPHM 2011, karena pada tahun 2011 ini, pemerintah Arab Saudi telah menambah fasilitas angkutan antara Arafah – Mudzdalifah – Mina dengan mengoperasikan kereta rel listrik “Mashair” . Sebenarnya , KA Mashair ini sudah dipakai pada musim haji tahun 2010 yang lalu, penulis sering melihat kereta api berwarna kombinasi hijau – kuning ini wira – wiri di arah pandang sebelah kiri jalan sewaktu menuju kawasan 3 Jamarat di Mina. Pada saat itu terbersit keinginan penulis untuk mencari tahu tentang kereta ini, maklum selama tinggal di Jakarta penulis termasuk anggota kelompok “roker” (rombongan kereta ) Tanah Abang – Serpong PP. Salah satu stasiun KA Mashair di Mina berada di lantai 4 jamarat Aqobah (jumrah terakhir) yang mana ketika penulis sedang selesai melempar jumrah di lantai I (satu) , penulis melihat ada tangga berjalan ( elevator) yang menuju stasiun. Pada saat itu , fasilitas KA ini nampaknya hanya dipergunakan oleh jamaah /orang-orang Arab , karena tidak nampak ada orang lain apalagi jamaah Indonesia . Dari berbagai sumber, ternyata pada saat itu kereta ini belum beroperasi penuh, baru uji coba jalan 30% oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja. empar jumrah di lantai I (satu) , penulis melihat ada tangga berjalan ( elevator) yang menuju stasiun. Pada saat itu , fasilitas KA ini nampaknya hanya dipergunakan oleh jamaah /orang-orang Arab , karena tidak nampak ada orang lain apalagi jamaah Indonesia . Dari berbagai sumber, ternyata pada saat itu kereta ini belum beroperasi penuh, baru uji coba jalan 30% oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja.
Menurut kabar, pada musim haji tahun 2011, beban kerja KA Mashair sudah ditingkatkan dan insya allah pada tahun 2012 akan beroperasi secara penuh, mudah-mudahan jamaah haji KBIH Al Mujahiddin berkesempatan mencoba . Stasiun KA Mashair jalur Armina berjumlah 9 stasiun, masing-masing 3 stasiun di Arafah, 3 di Muzdalifah dan 3 lagi di Mina, satu unit kereta tersebut memiliki 12 gerbong besar, dengan panjang 23 meter dan tiga meter lebarnya. Jarak stasiun KA dengan tempat-tempat kegiatan ibadah tidak lebih dari 300 meter dan akan disediakan mobil listrik di setiap stasiun untuk membawa jemaah sakit, cacat dan orang tua.
Proyek ini secara keseluruhan direncanakan terdiri dari lima lintasan yang akan memiliki kapasitas angkut 60.000 sampai 80.000 penumpang antara Mina, Arafah dan Muzdalifah, dan kemudian antara Mina dan Makkah, diharapkan selesai sebelum musim haji tahun depan, apa bila proyek ini selesai maka sekitar 50 ribu mobil dan bus yang biasa melayani jamaah Haji antara Arafah, Muzdalifah, dan Mina tidak lagi diperlukan.(Ahmad Saukani, http://luar-negeri.kompasiana.com)
Dengan adanya sistem angkutan KA Mashair , menurut penulis merupakan prospek yang bagus bagi Pemerintah /Penyelenggara Perjalanan Haji Indonesia karena dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi jamaah dengan mengevaluasi lagi pilihan transportasi yang dipakai saat ini serta melakukan koordinasi dengan pengelola Kereta Api Arab Saudi. Situasi “bottle neck” seperti yang penulis alami saat melakukan pergerakan Armina bisa dihindarkan , sebab pengalaman penulis sebagai pengguna KRL Jabodetabek selama ini, sistem transportasi massal menggunakan kereta api jauh lebih efisien dari sisi waktu karena jarang terganggu oleh kemacetan . Wallahu a'lam bissowaab
Suasana Perkemahan di Mina
Bayangkan, persoalan – persoalan sepele “non ibadah” seperti antrean ke kamar mandi, antrean mengambil jatah ransum konsumsi, penempatan kapling jamaah di dalam tenda, menunggu antar jemput bus “taraddudi” benar-benar menguji kesabaran kita.
Jarak Arafah – Mina tidaklah jauh, kurang lebih hanya 8 Km , perjalanan ditempuh paling lama hanya sekitar 15 menit , akan tetapi perjuangan untuk menuju kesana sungguh luar biasa, Allah senantiasa menguji umat Nya yang beriman.
Kekompakan setiap rombongan, kekompakan setiap regu harus tetap dijaga, peran seorang ketua regu maupun ketua rombongan untuk menjaga kekompakan tim cukup signifikan dalam prosesi ini, khususnya bagi regu-regu yang anggotanya banyak terdiri atas jamaah usia lanjut ataupun jamaah wanita, seorang ketua regu / ketua rombongan harus benar-benar mengerahkan tenaga untuk menjaga kelancaran pergerakan para jamaah kelompok ini, mulai dari membantu menjaga barang bawaan logistik, akomodasi, memantau kesehatan dan kekuatan, memantau keberadaan jamaah jangan sampai terpisah sendiri.
Perjalanan dari Arafah menuju Mina di selingi dengan “mabit” yaitu berhenti hingga lewat tengah malam di Muzdalifah, untuk mempersiapkan mengambil batu keriki guna prosesi melempar jumrah. Ujian lebih berat datang di Muzdalifah, ketika usai mabit, para jamaah sudah dipersiapkan untuk bergerak meneruskan perjalanan menuju Mina dengan bus “taraddudi” yang sudah ditentukan. Ketika itu pukul 01.00 malam waktu Muzfalifah, penulis yang tergabung dalam rombongan jamaah KBIH – Al Mujahidin, Pamulang, Tangerang Selatan salah satu kelompok bimbingan ibadah haji kloter 5 Prop Banten diminta untuk bersiap , bergerak menuju arah antrean yang cukup panjang. Mungkin karena keterbatasan jumlah bus atau kemacetan jalan , bus-bus penjemput datang dengan frekwensi yang sangat jarang, sehingga antrean jamaah semakin menumpuk (gejala “bottle neck”)
Suasana Malam Saat Mabit di Muzdalifah
Dalam antrean ini, semua jemaah Indonesia yang berada dalam satu kapling di Muzdalifah boleh menaiki bus yang sama untuk menuju Mina , oleh karena itu peran antar ketua Kloter penting untuk melakukan koordinasi giliran penjemputan. Kembali terjadi sedikit adu kekuatan fisik, serobotan antrean antar sesama jamaah Indonesia, astagfirullah hal adzim................mohon maaf bila salah, dari statistik pengamatan penulis, jamaah Indonesia adalah jamaah yang belum biasa mengantre , mereka akan berusaha mementingkan diri sendiri atau kelompoknya tanpa peduli terhadap jamaah lain, meskipun itu teman sebangsa dan setanah air, dalam kelompok kecil mereka selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, perilaku ini hanya dapat disaingi oleh jamaah India / Pakistan. Berbeda dengan jamaah Turki yang selalu menjaga kekompakan dalam kelompok besar, sehingga mereka lebih tertib dan teratur, jarang sekali bercerai berai. Allah sekali lagi menguji kesabaran umat Nya yang beriman , akhirnya penulis bersama para jamaah IPHM satu rombongan “berhasil” dengan sukses memperoleh giliran naik bis pukul 04.00 waktu setempat, setelah kurang lebih 3 jam mengantre diudara dini hari Muzdalifah yang dingin menusuk tulang , karena harus tetap mengenakan baju ihrom.
Kereta Rel Listrik Mashair
Ada kabar gembira bagi para calon jamaah IPHM 2011, karena pada tahun 2011 ini, pemerintah Arab Saudi telah menambah fasilitas angkutan antara Arafah – Mudzdalifah – Mina dengan mengoperasikan kereta rel listrik “Mashair” . Sebenarnya , KA Mashair ini sudah dipakai pada musim haji tahun 2010 yang lalu, penulis sering melihat kereta api berwarna kombinasi hijau – kuning ini wira – wiri di arah pandang sebelah kiri jalan sewaktu menuju kawasan 3 Jamarat di Mina. Pada saat itu terbersit keinginan penulis untuk mencari tahu tentang kereta ini, maklum selama tinggal di Jakarta penulis termasuk anggota kelompok “roker” (rombongan kereta ) Tanah Abang – Serpong PP. Salah satu stasiun KA Mashair di Mina berada di lantai 4 jamarat Aqobah (jumrah terakhir) yang mana ketika penulis sedang selesai melempar jumrah di lantai I (satu) , penulis melihat ada tangga berjalan ( elevator) yang menuju stasiun. Pada saat itu , fasilitas KA ini nampaknya hanya dipergunakan oleh jamaah /orang-orang Arab , karena tidak nampak ada orang lain apalagi jamaah Indonesia . Dari berbagai sumber, ternyata pada saat itu kereta ini belum beroperasi penuh, baru uji coba jalan 30% oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja. empar jumrah di lantai I (satu) , penulis melihat ada tangga berjalan ( elevator) yang menuju stasiun. Pada saat itu , fasilitas KA ini nampaknya hanya dipergunakan oleh jamaah /orang-orang Arab , karena tidak nampak ada orang lain apalagi jamaah Indonesia . Dari berbagai sumber, ternyata pada saat itu kereta ini belum beroperasi penuh, baru uji coba jalan 30% oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja.
Jalur Rel Layang Antara Muzdalifah - Mina
Menurut kabar, pada musim haji tahun 2011, beban kerja KA Mashair sudah ditingkatkan dan insya allah pada tahun 2012 akan beroperasi secara penuh, mudah-mudahan jamaah haji KBIH Al Mujahiddin berkesempatan mencoba . Stasiun KA Mashair jalur Armina berjumlah 9 stasiun, masing-masing 3 stasiun di Arafah, 3 di Muzdalifah dan 3 lagi di Mina, satu unit kereta tersebut memiliki 12 gerbong besar, dengan panjang 23 meter dan tiga meter lebarnya. Jarak stasiun KA dengan tempat-tempat kegiatan ibadah tidak lebih dari 300 meter dan akan disediakan mobil listrik di setiap stasiun untuk membawa jemaah sakit, cacat dan orang tua.
Proyek ini secara keseluruhan direncanakan terdiri dari lima lintasan yang akan memiliki kapasitas angkut 60.000 sampai 80.000 penumpang antara Mina, Arafah dan Muzdalifah, dan kemudian antara Mina dan Makkah, diharapkan selesai sebelum musim haji tahun depan, apa bila proyek ini selesai maka sekitar 50 ribu mobil dan bus yang biasa melayani jamaah Haji antara Arafah, Muzdalifah, dan Mina tidak lagi diperlukan.(Ahmad Saukani, http://luar-negeri.kompasiana.com)
Jalur Rel KA Mashair
Dengan adanya sistem angkutan KA Mashair , menurut penulis merupakan prospek yang bagus bagi Pemerintah /Penyelenggara Perjalanan Haji Indonesia karena dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi jamaah dengan mengevaluasi lagi pilihan transportasi yang dipakai saat ini serta melakukan koordinasi dengan pengelola Kereta Api Arab Saudi. Situasi “bottle neck” seperti yang penulis alami saat melakukan pergerakan Armina bisa dihindarkan , sebab pengalaman penulis sebagai pengguna KRL Jabodetabek selama ini, sistem transportasi massal menggunakan kereta api jauh lebih efisien dari sisi waktu karena jarang terganggu oleh kemacetan . Wallahu a'lam bissowaab
(Jakarta , Juli 2011 NAF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar