Pengalaman perjalanan pulang ke Tanah Air usai menunaikan ibadah haji tahun 2010, ketika mengalami penundaan penerbangan pesawat Garuda dari Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Saudi Arabia. hingga 14 jam mundur dari jadwal . Suasana ketika itu penuh dengan "warna" bagaimana para jamaah menyikapi waktu selama itu, ada yang emosional, jengkel dan memendam kemarahan, ada yang agresif mencoba mencari solusi , ada yang tenang-tenang saja seolah olah tidak terjadi apa-apa dan malah merasa diuntungkan karena dapat memuaskan hasrat untuk berlama-lama berjalan-jalan . Saya masih ingat wejangan ustdaz dan saudara-saudara yang lebih dahulu pergi haji saat sebelum berangkat menunaikan ibadah haji, bahwa bekal yang paling penting untuk pergi haji adalah "segudang kesabaran". Diantara rombongan ternyata ada seorang wartawan , dan kisah itu dituangkan dalam harian KOMPAS seperti berikut dibawah ini :
Lelah Menunggu Garuda Terbang
(KOMPAS , Kamis, 16 Desember 2010 | 03:33 WIB)
Saat itu bersama rombongannya
di kelompok terbang (kloter) 5 JKG, ia tengah menuju bus yang akan
mengantar ke Bandar Udara (Bandara) King Abdul Azis, Jeddah, Arab Saudi.
Separuh jiwa dari 455 jemaah haji yang tergabung dalam kloter itu, saat
itu mungkin sudah berada di Tanah Air, Tangerang Selatan, Banten, asal
mereka. Empat puluh hari para jemaah itu meninggalkan keluarga di rumah
untuk menunaikan ibadah haji.
Satu jam kemudian persis pukul
14.00 waktu Arab Saudi (WAS), rombongan termasuk Kompas tiba di bandara.
Rombongan lalu menuju ”ruang tunggu” di luar terminal, berupa tempat
terbuka tanpa kursi. Beruntung bagian atas ada atap penutupnya. Di ruang
terbuka yang menjadi ruang tunggu rombongan haji tersebut sudah
menunggu pula ratusan jemaah dua kloter asal Indonesia dari embarkasi
lain.
Sama seperti jemaah yang datang terlebih
dahulu, rombongan kloter 5 JKG pun ramai-ramai duduk di lantai. Bagi
yang beruntung, mendapat tempat di karpet lusuh atau tikar yang
ditinggalkan rombongan sebelumnya. Sampah, terutama botol air mineral
dan bungkus makanan ringan, berserakan di sembarang lantai.
Datang tiga jam sebelum keberangkatan,
tentu waktu yang tepat untuk menjalani penerbangan ke luar negara.
Namun, hingga waktu keberangkatan yang dijadwalkan pukul 17.15 tiba,
jemaah kloter 5 JKG tetap di tempat mereka duduk. Lalu informasi pun
beredar dari mulut ke mulut, penerbangan ditunda menjadi pukul 20.00.
Tidak ada gerutuan, tidak ada keluhan, mendengar itu.
Sebagian jemaah membelanjakan sisa uang
riyal mereka untuk mengganjal perut. Umumnya mereka membeli mi gelas
instan dan teh manis panas.
Namun, tiga jemaah laki-laki berusia
lanjut bergantian tumbang. Dua orang dapat ditangani petugas kesehatan
kloter pimpinan Trismiyanti, dokter RSU Tangerang. Namun, seorang di
antaranya harus dibawa ke klinik bandara. Ia membutuhkan penanganan
lebih lanjut, dan harus diinfus.
Hingga enam jam lebih sejak kloter 5 JKG
tiba di kompleks Terminal Haji Bandara King Abdul Azis tidak ada
tanda-tanda kapan keberangkatan berlangsung. Beberapa petugas berdasi
yang muncul hanya mengingatkan jemaah soal batas barang bawaan yang
dapat dibawa ke kabin pesawat.
Sampai saat itu belum ada pula petugas
Garuda Indonesia yang datang memberi tahu soal keterlambatan, atau
sekadar menengok para jemaah yang umumnya telah kelelahan.
Salah seorang di antara rombongan kloter
yang tengah sakit tampak tergolek di lantai beralaskan tikar. Sakitnya
yang cukup parah seperti ditahan, karena dorongan ingin pulang ke Tanah
Air bertemu anak, cucu, dan kerabat lain setelah 41 hari berada di Tanah
Suci.
Ratusan jemaah kloter itu akhirnya
tertidur, tergeletak di lantai, baik beralaskan tikar maupun di lantai.
Mereka tidak peduli lagi, yang penting bisa memejamkan mata. Mereka
tidak peduli pula, tidur hanya sambil duduk bersandar ke tas, atau
sekadar telungkup sambil memeluk tas bawaan.
Panggilan melalui pengeras suara untuk
masuk ke terminal pun akhirnya datang persis pukul 20.30. Jemaah
bergegas mengambil tas tentengan mereka. Namun, ketika baru bergerak
beberapa meter, petugas bandara menahan jemaah. Kemudian diketahui,
belum waktunya kloter 5 JKG masuk terminal. ”Saya tidak tahu siapa yang
menyuruh kloter 5 masuk,” klata Ahmad Phudholi, ketua kloter itu.
Emosi sebagian jemaah pun naik. Apalagi
pada saat itu rombongan kloter lain dari embarkasi Solo lancar masuk ke
terminal. Padahal, mereka belum lama tiba di ”ruang tunggu” di luar
terminal.
Sejak jemaah kloter 5 JKG tiba, sejumlah
jemaah dari negara lain, seperti Iran, Nigeria, Turki, dan Malaysia,
pun lalu-lalang di hadapan mereka, masuk ke dalam terminal, lengkap
dengan barang-barang bawaan. ”Kok mereka bisa langsung masuk ke
terminal, kenapa kita harus menunggu di luar sini?” tanya Zakaria, salah
seorang jemaah kloter 5 JKG.
Beberapa jemaah termasuk beberapa ketua
rombongan berusaha masuk terminal untuk mencari tahu masalahnya. Petugas
bandara tetap ngotot, kloter 5 JKG belum waktunya masuk terminal.
Hingga saat itu tidak satu pun petugas dari maskapai Garuda Indonesia
menampakkan batang hidungnya. Ketika hal itu ditanyakan kepada petugas
haji Indonesia, mereka menyatakan petugas Garuda ada di dalam terminal.
Omelan dan omongan bernada marah pun
mulai muncul. ”Garuda tidak bertanggung jawab membiarkan jemaah
telantar. Kalau penerbangan ditunda seharusnya mereka menyediakan snack
atau makanan untuk calon penumpangnya,” kata seorang jemaah. Hingga
waktu itu berarti jadwal terbang telah tertunda 3,5 jam.
Ketika sekitar 30 menit kemudian datang
staf Garuda bernama Baharuddin, ia langsung dicecar pertanyaan jemaah.
Namun, tidak ada penjelasan berarti yang diperoleh termasuk makanan
untuk jemaah. Tingkat emosi sebagian jemaah semakin tinggi. Sementara
sebagian besar jemaah sudah tergeletak di lantai, tidur tanpa alas
dengan bantal tas tentengan.
Beberapa jemaah kembali mencoba mencari
penjelasan dengan mencari petugas Garuda yang kedudukannya lebih tinggi.
Akhirnya pada pukul 22.30 seorang staf Garuda bernama Yahya muncul. Dia
pun langsung ”dikeroyok” jemaah dengan pertanyaan dan omongan bernada
emosional.
”Kenapa terus ditunda,” tanya beberapa
jemaah. Yahya menjawab, ada kesalahpahaman antara Garuda dan pengelola
bandara. Penundaan, menurut Yahya, karena pengelola bandara mendapat
informasi pesawat Garuda yang hendak dinaiki rusak. ”Kami sudah
menginformasikan kepada otoritas bandara, tidak ada kerusakan pesawat,”
kata Yahya. Jemaah tidak percaya. Ucapan bernada tinggi pun terlontar
dari beberapa jemaah.
Soal makanan, Yahya bahkan sempat
berujar harus menunggu tiga jam untuk memesan makanan bagi seluruh
jemaah kloter 5 JKG. Ucapan tersebut langsung menimbulkan kemarahan yang
kian memuncak. Beruntung semua masih sadar, mereka baru saja
menyelesaikan ibadah haji. ”Hitung-hitung ini ujian terakhir kesabaran
jemaah,” ujar Makmur, jemaah asal Pamulang.
Harapan dapat terbang pulang malam itu
muncul, sesaat setelah Yahya selesai melontarkan ucapannya tentang
makanan untuk jemaah. Salah seorang jemaah yang telah bertemu dengan
manajer area Garuda di King Abdul Azis menyatakan, kloter 5 JKG terbang
pukul 01.00.
Informasi itu cukup menenangkan jemaah.
Jemaah juga semakin tenang ketika 30 menit kemudian makanan untuk
seluruh jemaah datang. Harapan segera pulang lalu muncul ketika pada
pukul 23.30 ada panggilan masuk terminal. Sekitar 30 menit, pemeriksaan
dokumen oleh petugas imigrasi pun selesai.
Namun, untuk masuk ruang tunggu
penumpang dan melewati pemeriksaan barang terlebih dahulu, jemaah kloter
5 JKG masih harus menunggu sisa jemaah kloter asal Solo yang belum
semuanya masuk ruang tungu. Lewat tengah malam, satu per satu jemaah
masuk melalui satu pintu ke ruang tunggu. Jemaah dibagi dua antrean:
laki-laki dan perempuan.
Pemeriksaan barang melalui sinar X dan
badan secara langsung oleh petugas bandara baru selesai lewat pukul
04.00. Terbang untuk pulang ke Tanah Air pun sudah di depan mata,
apalagi kemudian panggilan masuk pesawat pun datang. Sekitar pukul
05.00, jemaah akhirnya terbang bersama Garuda.
Total waktu yang dibutuhkan hingga waktu
terbang tiba selama 15 jam. Jemaah asal Tangerang Selatan yang
seharusnya tiba pukul 07.00 itu pun akhirnya tiba di Terminal 3 Bandara
Soekarno-Hatta pukul 19.00.
Penundaan keberangkatan pulang ke Tanah
Air terus berlanjut hingga ke kelompok-kelompok terbang akhir.
Sebagaimana yang diberitakan Media Center Haji (MCH), jemaah asal
embarkasi Jakarta kloter 27A harus menunggu berjam-jam di Bandara Amir
Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) Madinah karena pesawat Garuda yang akan
mengangkut mereka belum tiba. Seharusnya rombongan berangkat pukul 16.00
WAS, tetapi baru bisa berangkat sekitar pukul 22.45 WAS.
Para jemaah terpaksa menunggu di dalam
bus sampai waktu pesawat datang di Bandara AMAA. Petugas bandara tidak
mengizinkan jemaah keluar dari kendaraan. Setelah negosiasi antara
petugas haji dan pihak Bandara Saudi, akhirnya para jemaah ditempatkan
di sebuah aula dekat bandara, beralaskan karpet.
MCH memberitakan pula bahwa Menteri
Agama Suryadharma Ali mengakui pelayanan penerbangan jemaah haji
Indonesia masih mengecewakan. Ia mencontohkan, maskapai Arab Saudi
beberapa kali mengalami keterlambatan ketika memberangkatkan jemaah
calon haji di embarkasi Batam.
Kondisi tidak jauh berbeda, menurut
Suryadharma Ali, juga terjadi dengan Garuda Indonesia. ”Garuda juga
mengecewakan kita karena keterlam- batan pemulangan dari Jeddah ke
Jakarta. Luar biasa terlambatnya. Saya sendiri terlambat sekitar
sembilan jam, Sekretaris Jenderal saya (Sekjen Kementerian Agama Bahrul
Haya) bahkan terlambat 27 jam. Ada juga staf lain yang terlambat selama
24 jam. Mau apa lagi,” ujarnya.
Suryadharma memastikan pihaknya akan menyampaikan teguran resmi dan meminta pertanggungjawaban kedua maskapai tersebut.
Masalah lain ternyata masih muncul saat
jemaah tiba di Tanah Air, di Terminal Haji Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng. Ketika jemaah Kloter 5 JKG hendak mengambil koper, misalnya,
sebagian ternyata sudah berada di atas troli yang dipegang orang-orang
berkaus seragam. Salah seorang di antara mereka ketika ditanya berapa
biaya mengantar koper dengan menggunakan troli yang dikuasainya, dengan
enteng dia menjawab Rp 200.000. Kok mahal? Dengan ringan pula ia lalu
menyebut Rp 100.000.
Duh, jemaah haji reguler…. Ibadah haji
yang begitu menyenangkan dicoreng-coreng pelayanan yang tidak
menyenangkan, bahkan hingga detik-detik akhir. (mul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar