salam

salam

Jumat, 06 September 2013

Ujian Kesabaran Yang Tiada Akhir (Haji 2010 Kloter 5 JKG)

Pengalaman perjalanan pulang ke Tanah Air usai menunaikan ibadah haji tahun 2010,  ketika mengalami penundaan penerbangan pesawat Garuda dari Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Saudi Arabia. hingga 14 jam mundur dari jadwal .  Suasana ketika itu penuh dengan "warna" bagaimana para jamaah menyikapi waktu selama itu, ada yang emosional, jengkel dan memendam kemarahan, ada yang agresif mencoba  mencari solusi , ada yang tenang-tenang saja seolah olah tidak terjadi apa-apa dan malah  merasa diuntungkan karena dapat memuaskan hasrat untuk  berlama-lama berjalan-jalan .  Saya masih ingat  wejangan  ustdaz dan saudara-saudara yang lebih dahulu pergi haji saat  sebelum berangkat menunaikan ibadah haji, bahwa bekal yang paling penting untuk pergi haji adalah "segudang kesabaran". Diantara rombongan ternyata ada seorang  wartawan , dan kisah itu dituangkan dalam harian KOMPAS seperti berikut dibawah ini :   


Lelah Menunggu Garuda Terbang
(KOMPAS , Kamis, 16 Desember 2010 | 03:33 WIB)
Saat itu bersama rombongannya di kelompok terbang (kloter) 5 JKG, ia tengah menuju bus yang akan mengantar ke Bandar Udara (Bandara) King Abdul Azis, Jeddah, Arab Saudi. Separuh jiwa dari 455 jemaah haji yang tergabung dalam kloter itu, saat itu mungkin sudah berada di Tanah Air, Tangerang Selatan, Banten, asal mereka. Empat puluh hari para jemaah itu meninggalkan keluarga di rumah untuk menunaikan ibadah haji.
Satu jam kemudian persis pukul 14.00 waktu Arab Saudi (WAS), rombongan termasuk Kompas tiba di bandara. Rombongan lalu menuju ”ruang tunggu” di luar terminal, berupa tempat terbuka tanpa kursi. Beruntung bagian atas ada atap penutupnya. Di ruang terbuka yang menjadi ruang tunggu rombongan haji tersebut sudah menunggu pula ratusan jemaah dua kloter asal Indonesia dari embarkasi lain.
Sama seperti jemaah yang datang terlebih dahulu, rombongan kloter 5 JKG pun ramai-ramai duduk di lantai. Bagi yang beruntung, mendapat tempat di karpet lusuh atau tikar yang ditinggalkan rombongan sebelumnya. Sampah, terutama botol air mineral dan bungkus makanan ringan, berserakan di sembarang lantai.

Datang tiga jam sebelum keberangkatan, tentu waktu yang tepat untuk menjalani penerbangan ke luar negara. Namun, hingga waktu keberangkatan yang dijadwalkan pukul 17.15 tiba, jemaah kloter 5 JKG tetap di tempat mereka duduk. Lalu informasi pun beredar dari mulut ke mulut, penerbangan ditunda menjadi pukul 20.00. Tidak ada gerutuan, tidak ada keluhan, mendengar itu.
Sebagian jemaah membelanjakan sisa uang riyal mereka untuk mengganjal perut. Umumnya mereka membeli mi gelas instan dan teh manis panas.
Namun, tiga jemaah laki-laki berusia lanjut bergantian tumbang. Dua orang dapat ditangani petugas kesehatan kloter pimpinan Trismiyanti, dokter RSU Tangerang. Namun, seorang di antaranya harus dibawa ke klinik bandara. Ia membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan harus diinfus.
Hingga enam jam lebih sejak kloter 5 JKG tiba di kompleks Terminal Haji Bandara King Abdul Azis tidak ada tanda-tanda kapan keberangkatan berlangsung. Beberapa petugas berdasi yang muncul hanya mengingatkan jemaah soal batas barang bawaan yang dapat dibawa ke kabin pesawat.
Sampai saat itu belum ada pula petugas Garuda Indonesia yang datang memberi tahu soal keterlambatan, atau sekadar menengok para jemaah yang umumnya telah kelelahan.
Salah seorang di antara rombongan kloter yang tengah sakit tampak tergolek di lantai beralaskan tikar. Sakitnya yang cukup parah seperti ditahan, karena dorongan ingin pulang ke Tanah Air bertemu anak, cucu, dan kerabat lain setelah 41 hari berada di Tanah Suci.
Ratusan jemaah kloter itu akhirnya tertidur, tergeletak di lantai, baik beralaskan tikar maupun di lantai. Mereka tidak peduli lagi, yang penting bisa memejamkan mata. Mereka tidak peduli pula, tidur hanya sambil duduk bersandar ke tas, atau sekadar telungkup sambil memeluk tas bawaan.
Panggilan melalui pengeras suara untuk masuk ke terminal pun akhirnya datang persis pukul 20.30. Jemaah bergegas mengambil tas tentengan mereka. Namun, ketika baru bergerak beberapa meter, petugas bandara menahan jemaah. Kemudian diketahui, belum waktunya kloter 5 JKG masuk terminal. ”Saya tidak tahu siapa yang menyuruh kloter 5 masuk,” klata Ahmad Phudholi, ketua kloter itu.
Emosi sebagian jemaah pun naik. Apalagi pada saat itu rombongan kloter lain dari embarkasi Solo lancar masuk ke terminal. Padahal, mereka belum lama tiba di ”ruang tunggu” di luar terminal.
Sejak jemaah kloter 5 JKG tiba, sejumlah jemaah dari negara lain, seperti Iran, Nigeria, Turki, dan Malaysia, pun lalu-lalang di hadapan mereka, masuk ke dalam terminal, lengkap dengan barang-barang bawaan. ”Kok mereka bisa langsung masuk ke terminal, kenapa kita harus menunggu di luar sini?” tanya Zakaria, salah seorang jemaah kloter 5 JKG.
Beberapa jemaah termasuk beberapa ketua rombongan berusaha masuk terminal untuk mencari tahu masalahnya. Petugas bandara tetap ngotot, kloter 5 JKG belum waktunya masuk terminal. Hingga saat itu tidak satu pun petugas dari maskapai Garuda Indonesia menampakkan batang hidungnya. Ketika hal itu ditanyakan kepada petugas haji Indonesia, mereka menyatakan petugas Garuda ada di dalam terminal.
Omelan dan omongan bernada marah pun mulai muncul. ”Garuda tidak bertanggung jawab membiarkan jemaah telantar. Kalau penerbangan ditunda seharusnya mereka menyediakan snack atau makanan untuk calon penumpangnya,” kata seorang jemaah. Hingga waktu itu berarti jadwal terbang telah tertunda 3,5 jam.
Ketika sekitar 30 menit kemudian datang staf Garuda bernama Baharuddin, ia langsung dicecar pertanyaan jemaah. Namun, tidak ada penjelasan berarti yang diperoleh termasuk makanan untuk jemaah. Tingkat emosi sebagian jemaah semakin tinggi. Sementara sebagian besar jemaah sudah tergeletak di lantai, tidur tanpa alas dengan bantal tas tentengan.
Beberapa jemaah kembali mencoba mencari penjelasan dengan mencari petugas Garuda yang kedudukannya lebih tinggi. Akhirnya pada pukul 22.30 seorang staf Garuda bernama Yahya muncul. Dia pun langsung ”dikeroyok” jemaah dengan pertanyaan dan omongan bernada emosional.
”Kenapa terus ditunda,” tanya beberapa jemaah. Yahya menjawab, ada kesalahpahaman antara Garuda dan pengelola bandara. Penundaan, menurut Yahya, karena pengelola bandara mendapat informasi pesawat Garuda yang hendak dinaiki rusak. ”Kami sudah menginformasikan kepada otoritas bandara, tidak ada kerusakan pesawat,” kata Yahya. Jemaah tidak percaya. Ucapan bernada tinggi pun terlontar dari beberapa jemaah.
Soal makanan, Yahya bahkan sempat berujar harus menunggu tiga jam untuk memesan makanan bagi seluruh jemaah kloter 5 JKG. Ucapan tersebut langsung menimbulkan kemarahan yang kian memuncak. Beruntung semua masih sadar, mereka baru saja menyelesaikan ibadah haji. ”Hitung-hitung ini ujian terakhir kesabaran jemaah,” ujar Makmur, jemaah asal Pamulang.
Harapan dapat terbang pulang malam itu muncul, sesaat setelah Yahya selesai melontarkan ucapannya tentang makanan untuk jemaah. Salah seorang jemaah yang telah bertemu dengan manajer area Garuda di King Abdul Azis menyatakan, kloter 5 JKG terbang pukul 01.00.
Informasi itu cukup menenangkan jemaah. Jemaah juga semakin tenang ketika 30 menit kemudian makanan untuk seluruh jemaah datang. Harapan segera pulang lalu muncul ketika pada pukul 23.30 ada panggilan masuk terminal. Sekitar 30 menit, pemeriksaan dokumen oleh petugas imigrasi pun selesai.
Namun, untuk masuk ruang tunggu penumpang dan melewati pemeriksaan barang terlebih dahulu, jemaah kloter 5 JKG masih harus menunggu sisa jemaah kloter asal Solo yang belum semuanya masuk ruang tungu. Lewat tengah malam, satu per satu jemaah masuk melalui satu pintu ke ruang tunggu. Jemaah dibagi dua antrean: laki-laki dan perempuan.
Pemeriksaan barang melalui sinar X dan badan secara langsung oleh petugas bandara baru selesai lewat pukul 04.00. Terbang untuk pulang ke Tanah Air pun sudah di depan mata, apalagi kemudian panggilan masuk pesawat pun datang. Sekitar pukul 05.00, jemaah akhirnya terbang bersama Garuda.
Total waktu yang dibutuhkan hingga waktu terbang tiba selama 15 jam. Jemaah asal Tangerang Selatan yang seharusnya tiba pukul 07.00 itu pun akhirnya tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pukul 19.00.
Penundaan keberangkatan pulang ke Tanah Air terus berlanjut hingga ke kelompok-kelompok terbang akhir. Sebagaimana yang diberitakan Media Center Haji (MCH), jemaah asal embarkasi Jakarta kloter 27A harus menunggu berjam-jam di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) Madinah karena pesawat Garuda yang akan mengangkut mereka belum tiba. Seharusnya rombongan berangkat pukul 16.00 WAS, tetapi baru bisa berangkat sekitar pukul 22.45 WAS.
Para jemaah terpaksa menunggu di dalam bus sampai waktu pesawat datang di Bandara AMAA. Petugas bandara tidak mengizinkan jemaah keluar dari kendaraan. Setelah negosiasi antara petugas haji dan pihak Bandara Saudi, akhirnya para jemaah ditempatkan di sebuah aula dekat bandara, beralaskan karpet.
MCH memberitakan pula bahwa Menteri Agama Suryadharma Ali mengakui pelayanan penerbangan jemaah haji Indonesia masih mengecewakan. Ia mencontohkan, maskapai Arab Saudi beberapa kali mengalami keterlambatan ketika memberangkatkan jemaah calon haji di embarkasi Batam.
Kondisi tidak jauh berbeda, menurut Suryadharma Ali, juga terjadi dengan Garuda Indonesia. ”Garuda juga mengecewakan kita karena keterlam- batan pemulangan dari Jeddah ke Jakarta. Luar biasa terlambatnya. Saya sendiri terlambat sekitar sembilan jam, Sekretaris Jenderal saya (Sekjen Kementerian Agama Bahrul Haya) bahkan terlambat 27 jam. Ada juga staf lain yang terlambat selama 24 jam. Mau apa lagi,” ujarnya.
Suryadharma memastikan pihaknya akan menyampaikan teguran resmi dan meminta pertanggungjawaban kedua maskapai tersebut.
Masalah lain ternyata masih muncul saat jemaah tiba di Tanah Air, di Terminal Haji Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Ketika jemaah Kloter 5 JKG hendak mengambil koper, misalnya, sebagian ternyata sudah berada di atas troli yang dipegang orang-orang berkaus seragam. Salah seorang di antara mereka ketika ditanya berapa biaya mengantar koper dengan menggunakan troli yang dikuasainya, dengan enteng dia menjawab Rp 200.000. Kok mahal? Dengan ringan pula ia lalu menyebut Rp 100.000.
Duh, jemaah haji reguler…. Ibadah haji yang begitu menyenangkan dicoreng-coreng pelayanan yang tidak menyenangkan, bahkan hingga detik-detik akhir. (mul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar