salam

salam

Selasa, 13 Januari 2015

Mendaki Gunung Gede Pangrango




Ketika ditawari “bernostalgia” naik Gunung Gede oleh teman sekantor, tawaran ini langsung di sambut dengan cepat, apalagi boleh mengajak anak saya yang baru belajar menjadi seorang anggota Pecinta Alam di sekolah SMA nya, sekalian memperkenalkan fakta sesungguhnya alam raya pegunungan Ciptaan Sang Mahakuasa. Dalam hati , saya bertanya-tanya apakah masih “layak” mendaki Gunung mengingat usia yang sudah tidak muda lagi dengan indikasi penurunan kekuatan fisik , akan tetapi DNA ditubuh saya sebagai penggemar olah raga Outdoor memang tidak bisa hilang begitu saja. Meskipun saya masih rutin melakukan olah raga badminton seminggu sekali, naik sepeda kadang-kadang, akan tetapi saya tetap mempersiapkan latihan fisik seminggu sebelum hari H dengan naik tangga kantor 14 lantai selama 5 (lima) hari setiap hari , itung-itung menguji daya tahan tubuh


Pendakian direncanakan selama 2 hari 1 malam, dengan menginap di Alun2 Surya Kencana. Oleh karena itu pendakian dimulai pada siang hari dengan rute pendakian mengambil Jalur Pos TNGGP Gunung Putri – Alun2 Surya Kencana – Puncak Gunung Gede – Kandang Badak- Air Panas Cibeureum- Pos Panyancangan- dan finish di Pos TNGGP Cibodas. Jalur ini dipilih dengan asumsi merupakan jalur terpendek menuju Alun2 Surya Kencana dan puncak Gunung Gede sehingga lebih cepat untuk segera berkemah dan beristirahat.

Hari Sabtu tanggal 20 September 2014 perjalanan petualangan wisata alam ini dimulai pukul 03.30 dinihari dari rumah Tangerang Selatan menuju Cibodas menggunakan mobil yang ditempuh selama 2 (dua) jam untuk sampai di area parkir Cibodas . Persiapan pendakian dan konsolidasi dengan tim rombongan sebanyak 15 orang , yang terdiri dari 2 orang wanita , 1 orang anak berusia + 9 tahun dan 12 orang pria perkasa dilakukan di area parkir depan warung (bukan warung mang Idi ?) sambil menikmati sarapan pagi, sepiring nasi goreng dan teh manis hangat yang terasa sangat nikmat ditengah udara dingin pagi hari Cibodas. Setelah menitipkan mobil pada tukang parkir untuk menginap , tepat pukul 07.00 WIB dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas, rombongan berangkat menuju Pos TNGGP Gunung Putri menggunakan 2 angkot sewaan warna Kuning trayek Rarahan – Cipanas . Perjalanan menuju Pos TNGGP Gunung Putri membutuhkan waktu sekitar 1 jam, melalui Jalan Raya Cipanas dan belok kanan masuk ke gapura Taman Agro Cianjur menuju Pos TNGGP Gunung Putri (1450 Mdpl) Pemanasan sudah dimulai didalam angkot, karena jalan yang agak rusak dan banyak lubang rombongan berlatih menahan goncangan hingga mencapai titik jalan terakhir masuk Pos TNGGP Gn Putri. Setelah menyelesaikan perijinan SIMAKSI, tepat pukul 8.00 WIB rombongan berangkat menuju jalur pendakian, berupa jalur tanah setapak pedesaan yang ternyata masih di lewati motor oleh para petani setempat, mengingat kiri kanan jalur tersebut merupakan lahan pertanian budidaya tanaman sayuran para petani, oleh karena itu rombongan harus maklum dan berbagi jalan dengan pengendara motor sampai pada titik tertentu, setelah jalur berupa undakan berbatu, motor sudah mulai menghilang dan tantangan pendakian dimulai, karena jalur mulai terjal dengan elevasi kemiringan sudut antara 40o – 50o Jalur Gn Putri lebih curam dibanding dengan 2 jalur pendakian lainnya (Cibodas dan Selabintana) akan tetapi jaraknya paling pendek, karakter jalur lintasan yang berbatu-batu dan jarang ditemui sumber-sumber air , membuat para pendaki yang mengambil lintasan ini jarang yang berkemah dan ingin segera cepat sampai di Alun2 Surya Kencana. Pada jalur ini terdapat 3 (tiga ) pos/shelter yaitu Legok Leunca (2150 Mdpl) , Buntut Lutung (2.300 Mdpl) , Simpang Maleber (2.626 Mdpl) dan berakhir di Alun2 Surya Kencana Timur (2.750 Mdpl) 
 
Untuk perjalanan dengan kecepatan pendaki amatiran, jarak antara Pos TNGGP Gunung Putri hingga Alun2 Surya Kencana ditempuh selama 7 jam . Dengan semangat 45 “naik terus pantang turun” , 3 shelter terlewati oleh rombongan, “nafas tua” penulis tidak dapat dibohongi, melahap 3 shelter cukup menguras tenaga, namun demikian dengan pengalaman dan pengendalian “pitch control” yang bagus, koordinasi antara nafas , tenaga dan kaki yang optimal membuktikan tidak kalah dengan para pendaki muda. Meskipun rombongan mayoritas beranggotakan para pendaki “ satpol pp “ alias “satuan gerompolan pendaki pemula” ternyata tidak bisa diremehkan, capaian target untuk 3 (tiga) shelter tersebut ternyata lebih cepat 1 (satu) jam dari agenda yang direncanakan. Sepanjang perjalanan dari shelter II .sd. IV suasana cerah dengan sinar matahari yang bersinar terang menerobos sela-sela hutan pohon rasamala, pinus, dan pohon2 lain yang belum penulis kenal menghangatkan tubuh para “satpol pp” ditengah udara dingin gunung. Suasana ini membuat para “satpol pp” ceria, semangat dan termotivasi untuk terus berjalan dengan tekad secepatnya mencapai garis finish etappe I di Alun2 Surya Kencana. Namun demikian tidak ada yang mampu menebak alam, hanya Tuhan Yang Maha Kuasa lah yang mampu mengendalikannya , pada jalur mendaki yang cukup curam kira-kira 200 m menjelang Surya Kencana, titik-titik air mulai berjatuhan dan semakin lama semakin besar menjadi hujan. Rombongan tidak mengira bahwa akan terjadi hujan lebat, oleh karena sangat mendadak dan proses terjadinya hujan berlangsung dengan cepat, beberapa anggota tidak siap mengantisipasi , bahkan beberapa anggota tidak mempersiapkan pakaian penahan hujan (rain coat/ponco). Rombongan tercecer menjadi 3 kelompok, sebagian berteduh “nebeng” pada kelompok pendaki lain, sebagian lagi entah dimana mungkin juga berhenti untuk berteduh. Beruntung karena menyadari faktor U, yang mana kekuatan fisik sudah menurun dan gampang sakit bila terserang hujan , penulis sudah mempersiapkan pakaian anti hujan , walau agak terlambat mengenakannya tapi lumayan air hujan tidak total membasahi tubuh. Menurut para pakar ahli pendakian, ketika hujan kita harus tetap bergerak walapun dengan pelan , agar tubuh tidak kedinginan , karena dengan bergerak energi tubuh akan dikeluarkan dan suhu tubuh menjadi hangat. Pada saat hujan di jalur pendakian curam dan berbatu, hal-hal yang harus diperhatikan adalah melangkah dengan langkah pendek, dan tetap konsentrasi karena licin. Anjuran langkah pendek ini tidak hanya saat hujan saja, namun pada cuaca keringpun tetap dianjurkan untuk melangkah dengan langkah2 pendek. Langkah-langkah pendek tetap disarankan agar tenaga tidak cepat terkuras dan tidak mudah tergelincir. Langkah-langkah pendek mempunyai konsekwensi terhadap kecepatan berjalan yang menjadi pelan, namun demikian justru dengan langkah pendek daya tahan pendaki menjadi lebih bagus, pijakan kaki ke tanah menjadi semakin stabil, idealnya seorang pendaki hebat akan melangkah dengan stabil tetapi cepat, namun kombinasi ini hanya dimiliki oleh seorang pendaki tangguh dengan daya tahan tubuh yang prima. Teori menjadi sekedar teori , penulis sebenarnya ingin terus berjalan akan tetapi melihat beberapa rombongan berhenti untuk berteduh, sebagai bentuk “solidaritas” akhirnya penulis ikut berhenti dan membuka matras untuk atap pelindung hujan, namun demikian air hujan tetap menerobos dan malah membuat tubuh menjadi dingin, kekhawatiran terkena “hypothermia” mulai membayang karena badan mulai menggigil, beruntung hujan deras hanya berlangsung selama 45 menit dan pada saat mulai reda rombongan mulai berjalan lagi ditengah gerimis kecil. Akhirnya tepat pukul 15.00 rombongan gelombang I sampai di sisi barat jalan masuk gerbang Alun2 Surya Kencana (2780 MDPL) , dan surprise..... kita disambut dengan “welcome drink” serba panas, antara lain teh manis panas, kopi panas , pop mie panas , sampai nasi udukpun ada(yang ini sudah dingin, karena disiapkan sejak pagi hari) yang disediakan oleh penjaja kaki lima (ya.. tentu saja harus ditukar dengan “rupiah” alias beli , harga pop mie Rp 10.000, teh manis panas Rp 4000, kopi panas Rp 5000, nasi uduk Rp 10.000, nilai jual merupakan fungsi dari variabel ketinggian lokasi penjual). Melihat kepulan asap dan tumpukan Pop Mie, Kopi sachet, dari tempat penjual makanan , langsung saja rombongan tergoda untuk mampir menikmati apapun yang panas-panas (kecuali kompor). Secangkir the manis panas terasa sangat nikmat luar biasa, tak hanya yang panas , nasi uduk dingin pun rasanya mak nyuus , maklum kelaparan, kedinginan dan kecapekan. Sambil menunggu rombongan terakhir, kita masih beristirahat di tenda penjual makanan, memulihkan tenaga, menghangatkan tubuh serta mempersiapkan lokasi dan peralatan tenda untuk berkemah. Akhirnya sore itu tepat pukul 16.30 waktu Surya Kencana, 5 (lima) tenda telah berdiri didekat jalur pendakian ke puncak Gunung Gede, sisi barat Alun2 Surya Kencana. Sengaja kita mencari lahan agak tinggi di pinggir lapangan untuk berkemah disela-sela pohon edelweijs agar tidak terkena hembusan angin langsung karena pada saat itu angin musim kemarau di Alun2 Surya Kencana membuat suhu terasa lebih dingin. Etappe I sudah dilewati dengan sukses dan malam itu, setelah menikmati indomie rebus dan secangkir capuccino, dengan berjaket , kaus tangan dan tutup kepala sambil sedikit menggigil kedinginan karena kaus kaki penghangat tubuh basah terkena hujan kita masuk ke kantung tidur diselingi desiran suara angin yang menerpa pohon-pohon edelweijs , malam itu penulis berusaha memejamkan mata untuk tidur nyenyak. 
 
Pagi hari pukul 05.30 suara berisik penjaja nasi uduk membangunkan penulis, penasaran ingin tahu nasi uduk “made in” Surya Kencana penulis dan beberapa anggota mencoba mencicipi nasi uduk ini , hmmm......ketika dibuka isinya hanya nasi plus beberapa lembar irisan telur dadar, dan rasanya …..dinginnnn , sedingin udara pagi Surya Kencana …......ya apa boleh buat , meskipun dingin tetapi tetap nikmat. Penulis memberikan apresiasi kepada penjual nasi uduk yang mempunyai semangat dan ide kreatif memasarkan produk mereka di tempat yang “luar biasa” , nasinya tidak seberapa akan tetapi usaha untuk membawa keatas gunung dengan ketinggian +2800 mdpl patut dihargai (sebungkus nasi uduk rata-rata Rp 10.000, dengan berbagai variasi menu) Setelah mengambil beberapa gambar, berfoto bersama, mejeng sambil sesekali menikmati kopi , rombongan membongkar tenda dan bersiap-siap mendaki ke puncak Gunung Gede dan tepat pukul 08.30 pagi rombongan berangkat , Untuk menuju ke puncak Gunung Gede dari Surya Kencana dengan kecepatan rata-rata pendaki amatiran dibutuhkan waktu 1 – 1,5 jam melewati tanjakan terjal punggung gunung . Sudut elevasi medan tanjakan yang lebih besar dibanding sebelumnya menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, meskipun jaraknya hanya sekitar 200 meter, akan tetapi cukup menguras tenaga. Pukul 09.45 rombongan tiba di puncak Gunung Gede 2958 mdpl, usaha keras dengan mengerahkan segenap tenaga ternyata tidak sia-sia, karena kita akan mendapatkan pemandangan keindahan puncak gunung Gede yang luar biasa, maha suci engkau ya Allah, yang telah menciptakan keindahan salah satu tempat di bumi ini, agar manusia senantiasa mengingat kekuasaan Mu . Di Puncak Gunung Gede terdapat kawah kira-kira seluas kawah Gunung Tangkuban Perahu, dikelilingi oleh latar belakang Gunung Pangrango yang menambah keindahan lukisan alam ini. Sinar cerah mentari pukul 10.00 pagi wib menyapa hangat para pendaki. 

Memang di bulan Juli - Agustus dan September menurut penulis merupakan waktu terbaik untuk mendaki puncak G. Gede, karena saat itu sedang musim kemarau , sehingga cuaca dominan cerah. Keindahan akan lebih lengkap dengan menikmati segelas kopi karena ternyata di Puncak Gunung Gede pun masih terdapat penjaja kopi, naluri bisnis mereka ditempa oleh kebiasaan menyatu dengan alam pegunungan dimana mereka belajar sifat manusia terhadap kebutuhan untuk menikmati hangatnya secangkir kopi ditengah udara dingin . Perjalanan turun dimulai dari puncak Gunung Gede melalui jalur lain dengan target menuju pos TNGGP Cibodas. Beberapa pos yang dilewati antara lain Pos Kandang Badak, Kandang Batu, Sumber Air Panas, Air Terjun Cibeureum dan terakhir adalah Pos TNGGP Cibodas. Untuk pendaki umum dengan kecepatan rata-rata perjalanan memabutuhkan waktu sekitar 7-8 jam . Perjalanan turun ini melewati jalur yang lebih landai , dan disuguhi tempat-tempat yang lebih menarik dan tidak monoton, banyak sekali sumber-sumber air yang tersedia, oleh karena itu tidak perlu khawatir kehabisan bekal air minum. Sejak melewati Pos Kandang Badak, dimana terdapat persimpangan antara Puncak Gunung Gede dan Jalur meunuju Puncak Gunung Pangrango, akan ditemukan sungai – sungai kecil pegunungan dengan air yang jernih, di Pos Kandang Batu, terdapat informasi hasil uji air yang memberikan keterangan kepada para pendaki akan kandungan air untuk menyatakan apakah air ini layak minum atau tidak. Jalur selanjutnya kita akan melewati sumber air panas Cibeureum yang dapat kita gunakan untuk memulihkan tenaga, menghilangkan pegal-pegal kaki dengan sejenak merendam kaki di air panas yang mengalir deras . Selepas air panas Cibeureum, jalur relatif mendatar melewati jalan wisata pegunungan untuk sampai di persimpangan pos Panyancangan. Dari arah Puncak G Gede, bila kita belok kiri kurang lebih 500 m kita akan sampai di Air terjun Cibeureum dan bila belok kanan kita akan menuju TNGGP Cibodas . Untuk menuju pos TNGGP Cibodas kita melewati jembatan beton diatas Rawa Gayonggong sepanjang kurang lebih 1,5 Km. Jembatan ini sengaja dibuat untuk memudahkan perjalanan wisatawan/pendaki tanpa harus berbasah-basahan mengarungi Rawa yang konon katanya penuh dengan pacet. Dari Rawa Gayonggong kita akan melewati telaga Biru disisi sebelah kanan jalan, yaitu telaga yang dipenuhi dengan ganggang biru sehingga memantulkan warna warna indah biru kehijau-hujaan bila terkena sinar matahari. Etappe terakhir adalah menuju Pos TNGGP Cibodas dari Telaga Biru kurang lebih beerjarak 1 Km dan berakhir sudah cerita perjalanan pendakian G. Gede tepat pukul 16.00 di Pos TNGGP Cibodas , sampai ketemu di pendakian berikutnya , maha suci Engkau dengan bukti keindahan cipataan Mu. Setelah membayar uang parkiran mobil Rp 40.000 untuk semalam di tempat parkir Mandalawangi, kita kembali meluncur menuju TangSel....... (terima kasih Om Desi dan Teman-teman dari Bakrie Adventure !!)
Jakarta, 30 September 2014 

CATATAN
  1. Jalur Gungung Putri tidak banyak sumber air, bawa persediaan secukupnya (1,5 liter ) dan makanan ringan untuk asupan energi (coklat, gula merah, biskuit, roti sdb) karena biasanya untuk pendakian siang hari, para pendaki ingin cepat 2 sampai di SK dan tidak kepingin istirahat lama2, makan siang telat
  2. persiapkan peralalatan standar minimal , naik gunung meskipun cuaca sangat cerah , jangan sepelekan baju anti hujan
  3. Luar biasa, ternyata Gunung Gede sudah bukan lagi Gunung yang menakutkan yang sepi dan dingin, karena tanpa bekalpun (asal membawa duit) , kita dapat mendaki gunung dan mengisi kembali asupan energi kita dengan memanfaatkan jasa para penjual makanan yang banyak bertebaran di tempat2 populer Gunung Gede.
  4. Pada Bulan September sd Nopember alun 2 Sk musim kemarau , agak susah mencari air, siapkan persediaan secukupnya bila ingin berkemah.
  5. Untuk menjalankan ibadah bagi umat islam , terpakas harus tayamum dan untuk bersuci jangan lupa bawalah tisu basah
  6. menetapkan target, bersemangat dan mampu mengalahkan diri sendiri, sabar dan rendah hati, mempunyai semangat juang yang tinggi, mempunyai perhitungan yang matang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar