Ketika ditawari
“bernostalgia” naik Gunung Gede oleh teman sekantor, tawaran ini
langsung di sambut dengan cepat, apalagi boleh mengajak anak saya
yang baru belajar menjadi seorang anggota Pecinta Alam di sekolah SMA
nya, sekalian memperkenalkan fakta sesungguhnya alam raya pegunungan
Ciptaan Sang Mahakuasa. Dalam hati , saya bertanya-tanya apakah masih
“layak” mendaki Gunung mengingat usia yang sudah tidak muda
lagi dengan indikasi penurunan kekuatan fisik , akan tetapi DNA
ditubuh saya sebagai penggemar olah raga Outdoor memang tidak bisa
hilang begitu saja. Meskipun saya masih rutin melakukan olah raga
badminton seminggu sekali, naik sepeda kadang-kadang, akan tetapi
saya tetap mempersiapkan latihan fisik seminggu sebelum hari H
dengan naik tangga kantor 14 lantai selama 5 (lima) hari setiap hari
, itung-itung menguji daya tahan tubuh
Pendakian direncanakan
selama 2 hari 1 malam, dengan menginap di Alun2 Surya Kencana. Oleh
karena itu pendakian dimulai pada siang hari dengan rute pendakian
mengambil Jalur Pos TNGGP Gunung Putri – Alun2 Surya Kencana –
Puncak Gunung Gede – Kandang Badak- Air Panas Cibeureum- Pos
Panyancangan- dan finish di Pos TNGGP Cibodas. Jalur ini dipilih
dengan asumsi merupakan jalur terpendek menuju Alun2 Surya Kencana
dan puncak Gunung Gede sehingga lebih cepat untuk segera berkemah dan beristirahat.
Hari Sabtu tanggal 20
September 2014 perjalanan petualangan wisata alam ini dimulai
pukul 03.30 dinihari dari rumah Tangerang Selatan menuju Cibodas
menggunakan mobil yang ditempuh selama 2 (dua) jam untuk
sampai di area parkir Cibodas . Persiapan pendakian dan konsolidasi
dengan tim rombongan sebanyak 15 orang , yang terdiri dari 2 orang
wanita , 1 orang anak berusia +
9 tahun dan
12 orang pria perkasa dilakukan di area parkir depan warung (bukan
warung mang Idi ?) sambil menikmati sarapan pagi, sepiring nasi
goreng dan teh manis hangat yang terasa sangat nikmat ditengah udara
dingin pagi hari Cibodas. Setelah menitipkan mobil pada tukang parkir
untuk menginap , tepat pukul 07.00 WIB dengan pertimbangan efisiensi
dan efektifitas, rombongan berangkat menuju Pos TNGGP Gunung Putri
menggunakan 2 angkot sewaan warna Kuning trayek Rarahan – Cipanas .
Perjalanan menuju Pos TNGGP Gunung Putri membutuhkan waktu sekitar 1
jam, melalui Jalan Raya Cipanas dan belok kanan masuk ke gapura Taman
Agro Cianjur menuju Pos TNGGP Gunung Putri (1450 Mdpl) Pemanasan
sudah dimulai didalam angkot, karena jalan yang agak rusak dan banyak
lubang rombongan berlatih menahan goncangan hingga mencapai titik
jalan terakhir masuk Pos TNGGP Gn Putri. Setelah menyelesaikan
perijinan SIMAKSI, tepat pukul 8.00 WIB rombongan berangkat menuju
jalur pendakian, berupa jalur tanah setapak pedesaan yang ternyata
masih di lewati motor oleh para petani setempat, mengingat kiri kanan
jalur tersebut merupakan lahan pertanian budidaya tanaman sayuran
para petani, oleh karena itu rombongan harus maklum dan berbagi jalan
dengan pengendara motor sampai pada titik tertentu, setelah jalur
berupa undakan berbatu, motor sudah mulai menghilang dan tantangan
pendakian dimulai, karena jalur mulai terjal dengan elevasi
kemiringan sudut antara 40o – 50o Jalur Gn Putri lebih curam dibanding
dengan 2 jalur pendakian lainnya (Cibodas dan Selabintana) akan
tetapi jaraknya paling pendek, karakter jalur lintasan yang
berbatu-batu dan jarang ditemui sumber-sumber
air , membuat para
pendaki yang mengambil lintasan ini jarang yang berkemah dan
ingin segera cepat sampai di
Alun2 Surya Kencana. Pada
jalur ini terdapat 3 (tiga ) pos/shelter yaitu Legok Leunca (2150
Mdpl) , Buntut Lutung (2.300 Mdpl) , Simpang Maleber (2.626 Mdpl)
dan berakhir di Alun2 Surya Kencana Timur (2.750 Mdpl)
Untuk
perjalanan dengan kecepatan
pendaki amatiran, jarak
antara Pos TNGGP Gunung Putri hingga Alun2 Surya Kencana ditempuh
selama 7 jam . Dengan semangat 45 “naik terus
pantang turun” , 3 shelter terlewati oleh rombongan, “nafas
tua” penulis tidak dapat dibohongi, melahap 3 shelter cukup
menguras tenaga, namun
demikian dengan pengalaman dan pengendalian “pitch control” yang
bagus, koordinasi antara nafas , tenaga dan kaki yang optimal
membuktikan tidak kalah dengan para pendaki muda. Meskipun
rombongan mayoritas beranggotakan para pendaki “ satpol
pp “ alias “satuan
gerompolan pendaki pemula” ternyata tidak bisa diremehkan, capaian
target untuk 3 (tiga) shelter tersebut ternyata
lebih cepat 1 (satu) jam
dari agenda yang
direncanakan. Sepanjang perjalanan dari shelter II .sd. IV suasana
cerah dengan sinar matahari yang bersinar terang menerobos sela-sela
hutan pohon rasamala,
pinus, dan pohon2 lain yang belum penulis kenal
menghangatkan tubuh para “satpol pp” ditengah
udara dingin gunung.
Suasana ini membuat para “satpol pp” ceria,
semangat dan termotivasi untuk terus berjalan dengan tekad
secepatnya mencapai garis
finish etappe I di Alun2 Surya Kencana. Namun demikian tidak ada
yang mampu menebak alam, hanya Tuhan Yang Maha
Kuasa lah yang mampu mengendalikannya , pada jalur mendaki yang
cukup curam kira-kira 200 m
menjelang Surya Kencana, titik-titik air mulai berjatuhan dan semakin
lama semakin besar menjadi hujan. Rombongan tidak mengira bahwa akan
terjadi hujan lebat, oleh karena sangat mendadak dan proses
terjadinya hujan berlangsung dengan cepat, beberapa anggota tidak
siap mengantisipasi , bahkan beberapa anggota tidak mempersiapkan
pakaian penahan hujan (rain coat/ponco). Rombongan tercecer menjadi 3
kelompok, sebagian berteduh “nebeng” pada kelompok pendaki lain,
sebagian lagi entah dimana mungkin juga berhenti
untuk berteduh. Beruntung karena menyadari
faktor U, yang mana kekuatan fisik sudah menurun dan gampang sakit
bila terserang hujan , penulis sudah mempersiapkan pakaian anti hujan
, walau agak terlambat mengenakannya tapi lumayan air hujan tidak
total membasahi tubuh. Menurut para pakar ahli pendakian, ketika
hujan kita harus tetap bergerak walapun dengan pelan , agar tubuh
tidak kedinginan , karena dengan bergerak energi tubuh akan
dikeluarkan dan suhu tubuh menjadi hangat. Pada
saat hujan di jalur pendakian curam dan berbatu, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah melangkah dengan langkah pendek, dan tetap
konsentrasi karena licin. Anjuran langkah pendek ini tidak hanya
saat hujan saja, namun pada cuaca keringpun tetap dianjurkan untuk
melangkah dengan langkah2 pendek. Langkah-langkah pendek tetap
disarankan agar tenaga tidak cepat terkuras dan tidak mudah
tergelincir. Langkah-langkah pendek mempunyai konsekwensi terhadap
kecepatan berjalan yang menjadi pelan, namun demikian justru dengan
langkah pendek daya tahan pendaki menjadi lebih bagus, pijakan kaki
ke tanah menjadi semakin stabil, idealnya seorang pendaki hebat akan
melangkah dengan stabil tetapi cepat, namun kombinasi ini hanya
dimiliki oleh seorang pendaki tangguh dengan daya tahan tubuh yang
prima. Teori menjadi sekedar teori , penulis sebenarnya ingin terus
berjalan akan tetapi melihat
beberapa rombongan berhenti untuk berteduh, sebagai
bentuk “solidaritas” akhirnya penulis ikut
berhenti dan membuka matras untuk atap pelindung hujan, namun
demikian air hujan tetap menerobos dan malah membuat tubuh menjadi
dingin, kekhawatiran terkena “hypothermia” mulai membayang karena
badan mulai menggigil, beruntung hujan deras
hanya berlangsung selama 45 menit dan pada saat mulai reda rombongan
mulai berjalan lagi ditengah gerimis kecil. Akhirnya tepat pukul
15.00 rombongan gelombang I sampai di sisi barat jalan masuk gerbang
Alun2 Surya Kencana (2780 MDPL) ,
dan surprise..... kita disambut dengan “welcome drink” serba
panas, antara lain teh manis
panas, kopi panas
, pop mie panas , sampai nasi
udukpun ada(yang ini sudah
dingin, karena disiapkan sejak pagi hari) yang
disediakan oleh penjaja kaki lima (ya.. tentu
saja harus ditukar dengan “rupiah” alias beli , harga pop mie Rp
10.000, teh manis panas Rp 4000, kopi panas Rp 5000, nasi uduk Rp
10.000, nilai jual merupakan fungsi dari variabel ketinggian lokasi
penjual). Melihat kepulan asap dan tumpukan Pop
Mie, Kopi sachet, dari tempat penjual makanan , langsung saja
rombongan tergoda untuk mampir menikmati apapun yang panas-panas
(kecuali kompor). Secangkir the manis panas terasa sangat nikmat
luar biasa, tak hanya yang panas , nasi uduk dingin pun rasanya mak
nyuus , maklum kelaparan, kedinginan dan kecapekan. Sambil menunggu
rombongan terakhir, kita masih beristirahat di tenda penjual makanan,
memulihkan tenaga, menghangatkan tubuh serta
mempersiapkan lokasi dan peralatan tenda untuk berkemah. Akhirnya
sore itu tepat pukul 16.30 waktu Surya Kencana, 5 (lima) tenda telah
berdiri didekat jalur pendakian ke puncak Gunung Gede, sisi barat
Alun2 Surya Kencana. Sengaja
kita mencari lahan agak tinggi di pinggir lapangan untuk berkemah
disela-sela pohon edelweijs agar tidak terkena hembusan angin
langsung karena pada saat itu angin
musim kemarau di Alun2 Surya Kencana membuat
suhu terasa lebih dingin. Etappe
I sudah dilewati dengan sukses dan malam itu, setelah menikmati
indomie rebus dan secangkir capuccino,
dengan berjaket , kaus tangan dan tutup kepala
sambil sedikit menggigil kedinginan karena kaus
kaki penghangat tubuh basah terkena hujan kita masuk
ke kantung tidur diselingi desiran suara angin
yang menerpa pohon-pohon edelweijs , malam itu
penulis berusaha memejamkan mata untuk tidur nyenyak.
Pagi hari
pukul 05.30 suara berisik penjaja nasi uduk membangunkan penulis,
penasaran ingin tahu nasi uduk “made in” Surya Kencana penulis
dan beberapa anggota mencoba mencicipi nasi uduk ini ,
hmmm......ketika dibuka isinya hanya nasi plus beberapa lembar irisan
telur dadar, dan rasanya …..dinginnnn , sedingin udara pagi Surya
Kencana …......ya apa boleh buat , meskipun dingin tetapi tetap
nikmat. Penulis memberikan apresiasi kepada penjual nasi uduk yang
mempunyai semangat dan ide kreatif memasarkan produk mereka di
tempat yang “luar biasa” , nasinya tidak seberapa akan tetapi
usaha untuk membawa keatas gunung dengan ketinggian +2800 mdpl
patut dihargai (sebungkus nasi uduk rata-rata Rp 10.000, dengan
berbagai variasi menu) Setelah mengambil beberapa gambar, berfoto
bersama, mejeng sambil sesekali menikmati kopi , rombongan membongkar
tenda dan bersiap-siap mendaki ke puncak Gunung Gede dan tepat
pukul 08.30 pagi rombongan berangkat , Untuk menuju ke puncak Gunung
Gede dari Surya Kencana dengan kecepatan rata-rata pendaki amatiran
dibutuhkan waktu 1 – 1,5 jam melewati tanjakan terjal punggung
gunung . Sudut elevasi medan tanjakan yang lebih besar dibanding
sebelumnya menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, meskipun
jaraknya hanya sekitar 200 meter, akan tetapi cukup menguras tenaga.
Pukul 09.45 rombongan tiba di puncak Gunung Gede 2958 mdpl, usaha
keras dengan mengerahkan segenap tenaga ternyata tidak sia-sia,
karena kita akan mendapatkan pemandangan keindahan puncak gunung Gede
yang luar biasa, maha suci engkau ya Allah, yang telah menciptakan
keindahan salah satu tempat di bumi ini, agar manusia senantiasa
mengingat kekuasaan Mu . Di Puncak Gunung Gede terdapat kawah
kira-kira seluas kawah Gunung Tangkuban Perahu, dikelilingi oleh
latar belakang Gunung Pangrango yang menambah keindahan lukisan alam
ini. Sinar cerah mentari pukul 10.00 pagi wib menyapa hangat para
pendaki.
Memang di bulan Juli - Agustus dan September menurut penulis merupakan waktu terbaik untuk mendaki puncak G. Gede, karena saat itu sedang musim kemarau , sehingga cuaca dominan cerah. Keindahan akan lebih lengkap dengan menikmati segelas kopi karena ternyata di Puncak Gunung Gede pun masih terdapat penjaja kopi, naluri bisnis mereka ditempa oleh kebiasaan menyatu dengan alam pegunungan dimana mereka belajar sifat manusia terhadap kebutuhan untuk menikmati hangatnya secangkir kopi ditengah udara dingin . Perjalanan turun dimulai dari puncak Gunung Gede melalui jalur lain dengan target menuju pos TNGGP Cibodas. Beberapa pos yang dilewati antara lain Pos Kandang Badak, Kandang Batu, Sumber Air Panas, Air Terjun Cibeureum dan terakhir adalah Pos TNGGP Cibodas. Untuk pendaki umum dengan kecepatan rata-rata perjalanan memabutuhkan waktu sekitar 7-8 jam . Perjalanan turun ini melewati jalur yang lebih landai , dan disuguhi tempat-tempat yang lebih menarik dan tidak monoton, banyak sekali sumber-sumber air yang tersedia, oleh karena itu tidak perlu khawatir kehabisan bekal air minum. Sejak melewati Pos Kandang Badak, dimana terdapat persimpangan antara Puncak Gunung Gede dan Jalur meunuju Puncak Gunung Pangrango, akan ditemukan sungai – sungai kecil pegunungan dengan air yang jernih, di Pos Kandang Batu, terdapat informasi hasil uji air yang memberikan keterangan kepada para pendaki akan kandungan air untuk menyatakan apakah air ini layak minum atau tidak. Jalur selanjutnya kita akan melewati sumber air panas Cibeureum yang dapat kita gunakan untuk memulihkan tenaga, menghilangkan pegal-pegal kaki dengan sejenak merendam kaki di air panas yang mengalir deras . Selepas air panas Cibeureum, jalur relatif mendatar melewati jalan wisata pegunungan untuk sampai di persimpangan pos Panyancangan. Dari arah Puncak G Gede, bila kita belok kiri kurang lebih 500 m kita akan sampai di Air terjun Cibeureum dan bila belok kanan kita akan menuju TNGGP Cibodas . Untuk menuju pos TNGGP Cibodas kita melewati jembatan beton diatas Rawa Gayonggong sepanjang kurang lebih 1,5 Km. Jembatan ini sengaja dibuat untuk memudahkan perjalanan wisatawan/pendaki tanpa harus berbasah-basahan mengarungi Rawa yang konon katanya penuh dengan pacet. Dari Rawa Gayonggong kita akan melewati telaga Biru disisi sebelah kanan jalan, yaitu telaga yang dipenuhi dengan ganggang biru sehingga memantulkan warna warna indah biru kehijau-hujaan bila terkena sinar matahari. Etappe terakhir adalah menuju Pos TNGGP Cibodas dari Telaga Biru kurang lebih beerjarak 1 Km dan berakhir sudah cerita perjalanan pendakian G. Gede tepat pukul 16.00 di Pos TNGGP Cibodas , sampai ketemu di pendakian berikutnya , maha suci Engkau dengan bukti keindahan cipataan Mu. Setelah membayar uang parkiran mobil Rp 40.000 untuk semalam di tempat parkir Mandalawangi, kita kembali meluncur menuju TangSel....... (terima kasih Om Desi dan Teman-teman dari Bakrie Adventure !!)
Jakarta, 30 September 2014
Memang di bulan Juli - Agustus dan September menurut penulis merupakan waktu terbaik untuk mendaki puncak G. Gede, karena saat itu sedang musim kemarau , sehingga cuaca dominan cerah. Keindahan akan lebih lengkap dengan menikmati segelas kopi karena ternyata di Puncak Gunung Gede pun masih terdapat penjaja kopi, naluri bisnis mereka ditempa oleh kebiasaan menyatu dengan alam pegunungan dimana mereka belajar sifat manusia terhadap kebutuhan untuk menikmati hangatnya secangkir kopi ditengah udara dingin . Perjalanan turun dimulai dari puncak Gunung Gede melalui jalur lain dengan target menuju pos TNGGP Cibodas. Beberapa pos yang dilewati antara lain Pos Kandang Badak, Kandang Batu, Sumber Air Panas, Air Terjun Cibeureum dan terakhir adalah Pos TNGGP Cibodas. Untuk pendaki umum dengan kecepatan rata-rata perjalanan memabutuhkan waktu sekitar 7-8 jam . Perjalanan turun ini melewati jalur yang lebih landai , dan disuguhi tempat-tempat yang lebih menarik dan tidak monoton, banyak sekali sumber-sumber air yang tersedia, oleh karena itu tidak perlu khawatir kehabisan bekal air minum. Sejak melewati Pos Kandang Badak, dimana terdapat persimpangan antara Puncak Gunung Gede dan Jalur meunuju Puncak Gunung Pangrango, akan ditemukan sungai – sungai kecil pegunungan dengan air yang jernih, di Pos Kandang Batu, terdapat informasi hasil uji air yang memberikan keterangan kepada para pendaki akan kandungan air untuk menyatakan apakah air ini layak minum atau tidak. Jalur selanjutnya kita akan melewati sumber air panas Cibeureum yang dapat kita gunakan untuk memulihkan tenaga, menghilangkan pegal-pegal kaki dengan sejenak merendam kaki di air panas yang mengalir deras . Selepas air panas Cibeureum, jalur relatif mendatar melewati jalan wisata pegunungan untuk sampai di persimpangan pos Panyancangan. Dari arah Puncak G Gede, bila kita belok kiri kurang lebih 500 m kita akan sampai di Air terjun Cibeureum dan bila belok kanan kita akan menuju TNGGP Cibodas . Untuk menuju pos TNGGP Cibodas kita melewati jembatan beton diatas Rawa Gayonggong sepanjang kurang lebih 1,5 Km. Jembatan ini sengaja dibuat untuk memudahkan perjalanan wisatawan/pendaki tanpa harus berbasah-basahan mengarungi Rawa yang konon katanya penuh dengan pacet. Dari Rawa Gayonggong kita akan melewati telaga Biru disisi sebelah kanan jalan, yaitu telaga yang dipenuhi dengan ganggang biru sehingga memantulkan warna warna indah biru kehijau-hujaan bila terkena sinar matahari. Etappe terakhir adalah menuju Pos TNGGP Cibodas dari Telaga Biru kurang lebih beerjarak 1 Km dan berakhir sudah cerita perjalanan pendakian G. Gede tepat pukul 16.00 di Pos TNGGP Cibodas , sampai ketemu di pendakian berikutnya , maha suci Engkau dengan bukti keindahan cipataan Mu. Setelah membayar uang parkiran mobil Rp 40.000 untuk semalam di tempat parkir Mandalawangi, kita kembali meluncur menuju TangSel....... (terima kasih Om Desi dan Teman-teman dari Bakrie Adventure !!)
Jakarta, 30 September 2014
CATATAN
- Jalur Gungung Putri tidak banyak sumber air, bawa persediaan secukupnya (1,5 liter ) dan makanan ringan untuk asupan energi (coklat, gula merah, biskuit, roti sdb) karena biasanya untuk pendakian siang hari, para pendaki ingin cepat 2 sampai di SK dan tidak kepingin istirahat lama2, makan siang telat
- persiapkan peralalatan standar minimal , naik gunung meskipun cuaca sangat cerah , jangan sepelekan baju anti hujan
- Luar biasa, ternyata Gunung Gede sudah bukan lagi Gunung yang menakutkan yang sepi dan dingin, karena tanpa bekalpun (asal membawa duit) , kita dapat mendaki gunung dan mengisi kembali asupan energi kita dengan memanfaatkan jasa para penjual makanan yang banyak bertebaran di tempat2 populer Gunung Gede.
- Pada Bulan September sd Nopember alun 2 Sk musim kemarau , agak susah mencari air, siapkan persediaan secukupnya bila ingin berkemah.
- Untuk menjalankan ibadah bagi umat islam , terpakas harus tayamum dan untuk bersuci jangan lupa bawalah tisu basah
- menetapkan target, bersemangat dan mampu mengalahkan diri sendiri, sabar dan rendah hati, mempunyai semangat juang yang tinggi, mempunyai perhitungan yang matang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar